“Kita semua pihak harus bersatu kembali.”
MATRANEWS.id — Pertemuan para jenderal purnawirawan TNI digelar tertutup selama lebih dari dua setengah jam. Digelar di Restoran Patio di bilangan Jakarta Selatan, Jumat (17/5) malam.
KETUA Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar mengumpulkan para purnawirawan membahas situasi politik dan keamanan jelang pengumuman hasil Pemilu 2019 yang akan diumumkan 22 Mei, pekan ini.
“Kami melihat ada situasi yang mengkawatirkan. Para purnawirawan sangat berharap situasi damai. Perbedaan pilihan politik harus berakhir pada 22 Mei. Kita sangat berharap semua purnawirawan di seluruh Tanah Air melupakan perbedaan dan menghormati keputusan demokrasi,” ungkap Agum.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono, Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto, dan Mayjen TNI (Purn) Muchdi PR. Hadir pula jenderal purnawirawan Polri antara lain Komjen Pol (Purn) Makbul Padmanegara dan Irjen Pol (Purn) Sunarko Danu.
Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno yang juga mantan Wakil Presiden menegaskan, setelah proses Pemilu berakhir dan pemenang kontestasi Pilpres selesai: “Kita semua pihak harus bersatu kembali.”
Energi bangsa sebaiknya lebih diarahkan untuk membangun ke depan. Pasalnya, tantangan kebangsaan dan kenegaraan masih banyak yang perlu dihadapi.
“Kita harus memperkokoh persatuan dan kesatuan. Harus ada jiwa besar untuk kita kembali bersatu padu. Dengan begitu Indonesia akan tumbuh, jaya, bahagia, aman dan tentram,” ujarnya dalam pertemuan para purnawirawan TNI prihatin atas kondisi saat ini yang cenderung terjadi perpecahan akibat perbedaan pilihan politik.
Menurut catatan Majalah MATRA, Try Sutrisno (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 15 November 1935. Ia adalah Wakil Presiden Indonesia ke-6 periode 1993-1998. Sebelum diangkat sebagai Wakil Presiden Indonesia, Try menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Ayahnya Subandi adalah seorang sopir ambulans dan ibunya Mardiyah adalah ibu rumah tangga. Keadaan ekonomi pun memburuk setelah ayahnya ditugaskan ke Mojokerto. ry Sutrisno pun akhirnya harus putus sekolah dan bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Dia lalu berdagang rokok dan juga menjajakan koran.
Ia pernah ingin melamar menjadi salah satu prajurit ABRI, namun hal ini tak pernah bisa dilakukan. Ketika sudah membulatkan tekad dan mendaftar, Try Sutrisno justru dijadikan kurir yang bertugas mengantarkan obat-obatan kepada para prajurit.
Kariernya di militer, pada tahun 1982 diangkat menjadi Panglima KODAM V/Jaya dan ditempatkan di Jakarta. Dengan posisinya sebagai panglima, ia mengalami keterpurukan. Saat itu ia harus mengalami pergolakan berdarah di Tanjung Priok pada tahun 1984.
Dengan keadaan yang genting, Try Sutrisno malah mengambil cara yang berisiko dengan meredam kemarahan warga. Namun tindakannya itu malah membuat warga semakin beringas hingga akhirnya harus menggunakan senjata untuk meredam. Korban sebanyak 28 orang meninggal dan ini menjadi masa terburuk bagi Try Sutrisno.
Pengangkatan Try Sutrisno sebagai wakil presiden pun mengalami lika-liku yang panjang. Presiden Soeharto sebenarnya lebih memilih BJ Habibie sebagai wakilnya atau memilih kembali Sudharmono. Pada akhirnya Soeharto menerima Try Sutrisno sebagai wakil presiden meskipun ada beberapa ketidakcocokan.
Soeharto dalam proses pembentukan kabinet tidak pernah berkonsultasi dengan Try Sutrisno. Tidak hanya itu, Soeharto lebih memilih Menteri Sekretaris Negara, Moerdiono, untuk mengemban tugas kepresidenan ketika ia pergi ke Jerman untuk perawatan kesehatan.
Meskipun sudah tidak di lingkaran kekuasaan, Try Sutrisno tetap memantau kinerja pemerintahan.
Try Sutrisno pun membentuk Gerakan Nusantara Bangkit Bersatu bersama dengan Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Wiranto dan Akbar Tanjung pada bulan Agustus 2005. Forum ini mengkritik pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Di pemerintahan Jokowi, Try Sutrisno hanya “senyum-senyum” saja mengamati.
baca juga: majalah MATRA edisi cetak — klik ini —