Kolom  

Fakta Mengejutkan: Kurangnya Kasih Sayang Ayah Bisa Membuat Wanita Mempermainkan Pria, Ini Alasannya!

Fenomena Wanita yang Kekurangan Kasih Sayang Ayah Cenderung Mempermainkan Pria: Perspektif Psikologis dan Sosial Generasi Z

Fakta Mengejutkan: Kurangnya Kasih Sayang Ayah Bisa Membuat Wanita Mempermainkan Pria, Ini Alasannya!
Foto : Ilustrasi (Canva)

MATRANEWS.ID – Di tengah perubahan sosial yang pesat, fenomena menarik yang sering dibahas dalam ranah psikologi dan hubungan interpersonal adalah dampak kurangnya kasih sayang ayah terhadap perilaku wanita.

Penelitian dan observasi menunjukkan bahwa wanita yang dibesarkan tanpa perhatian penuh dari sosok ayah sering kali menunjukkan kecenderungan untuk mempermainkan pria dalam hubungan romantis mereka.

Terutama pada generasi muda, seperti Gen Z, pola ini semakin terlihat dengan adanya media sosial dan perubahan norma sosial.

Apa yang Mendorong Fenomena Ini?

Penting untuk memahami mengapa kekurangan kasih sayang dari ayah dapat memengaruhi bagaimana wanita membangun dan menjaga hubungan dengan pria.

Artikel ini akan mengulas lebih dalam mengenai hubungan antara ketidakhadiran figur ayah dan pola hubungan romantis wanita, berdasarkan penelitian terbaru dan observasi pada generasi muda.

Kurangnya Figur Ayah dan Pengaruhnya pada Perilaku Romantis

Penelitian psikologi telah lama menunjukkan betapa pentingnya peran ayah dalam perkembangan emosional anak, terutama anak perempuan.

Ayah berfungsi bukan hanya sebagai penyedia kebutuhan fisik, tetapi juga sebagai sumber kasih sayang dan contoh relasi dengan lawan jenis.

Ketika peran ini tidak terpenuhi—entah karena kehadiran ayah secara fisik maupun emosional—anak perempuan sering tumbuh dengan kekosongan emosional yang dapat memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan pria di masa depan.

Studi dari University of Auckland pada tahun 2018 mengungkapkan bahwa wanita yang mengalami kurangnya perhatian dan kasih sayang dari ayah sering kali menghadapi kesulitan dalam membangun hubungan sehat dengan pria.

Baca juga :  Hidup Ini Gersang Tanpa Seni Oleh Hamidin

Sekitar 70% wanita yang melaporkan minimnya figur ayah dalam hidup mereka merasa tidak aman dalam hubungan dan cenderung mengontrol atau mempermainkan pasangan mereka.

Observasi Pada Gen Z: Mencari Validasi di Era Digital

Gen Z, yang tumbuh di era digital, sangat dipengaruhi oleh media sosial dalam membentuk identitas dan hubungan interpersonal mereka.

Menurut survei Pew Research Center 2022, 60% Gen Z mengandalkan media sosial untuk mencari perhatian dan validasi.

Bagi wanita yang kekurangan kasih sayang ayah, media sosial sering menjadi arena untuk mencari pengakuan, terutama dari pria.

Dr. Jennifer Powell, seorang psikolog klinis, menegaskan bahwa wanita muda dengan latar belakang keluarga yang kurang harmonis, khususnya yang memiliki hubungan renggang dengan ayah, sering menggunakan hubungan romantis untuk mendapatkan validasi diri.

“Mereka mencari cinta dan perhatian yang tidak mereka dapatkan dari ayah, dan sering kali mempermainkan pria untuk mengisi kekosongan emosional tersebut,” ungkap Powell.

Perilaku Mempermainkan Pria: Bentuk Perlindungan Diri?

Bagi banyak wanita yang tumbuh tanpa figur ayah yang konsisten, mempermainkan pria sering kali merupakan mekanisme perlindungan diri daripada niat jahat.

Rasa takut akan penolakan atau kehilangan sering membuat mereka menjaga jarak emosional dengan pasangan.

Ini menciptakan dinamika di mana mereka merasa lebih aman dengan memegang kendali dalam hubungan.

Survei Ipsos Indonesia 2021 menunjukkan bahwa 45% wanita muda Indonesia dari Gen Z dengan hubungan kurang harmonis dengan ayah mereka pernah melakukan manipulasi emosional terhadap pasangan, seperti bersikap dingin tiba-tiba atau memberi perhatian berlebih hanya untuk kemudian menarik diri.

Baca juga :  Memuji Itu Manusiawi, Kata Siapa Klik Ini Biar Jelas

Pola ini sering dilakukan sebagai uji coba terhadap loyalitas pasangan dan cara untuk melindungi diri dari rasa sakit emosional yang lebih dalam.

Dr. Nadya Pratama, pakar psikologi keluarga, menyebutkan bahwa perilaku ini mencerminkan kebutuhan mendalam akan perhatian, tetapi dengan rasa takut yang besar untuk benar-benar membuka diri.

“Wanita yang kurang kasih sayang ayah cenderung merasa tidak aman secara emosional.

Mereka bermain-main dengan hubungan sebagai cara untuk melindungi diri dari rasa sakit, namun pada akhirnya ini menyulitkan mereka untuk membangun hubungan yang sehat dan stabil,” jelasnya.

Media Sosial dan Keterbukaan Hubungan Gen Z

Di era digital, khususnya di kalangan Gen Z, media sosial mempermudah pembentukan dan penghancuran hubungan.

Platform seperti Instagram dan TikTok sering digunakan untuk menampilkan hubungan yang tampaknya sempurna di luar, padahal banyak di antaranya hanya permainan emosi.

Wanita muda yang kurang kasih sayang ayah sering menggunakan media sosial untuk menarik perhatian pria, namun jarang membangun hubungan yang mendalam.

Survei Harvard Business Review 2022 mengungkapkan bahwa 68% Gen Z lebih sering berhubungan secara dangkal dengan banyak orang daripada menjalin hubungan yang lebih dalam dan bermakna.

Ini sering terjadi pada wanita yang mencari validasi dari pria, tetapi enggan terlibat secara emosional secara penuh.

Sarah McKay, ahli saraf dan penulis buku tentang hubungan manusia, menjelaskan bahwa ini merupakan akibat dari kurangnya fondasi emosional yang solid.

Baca juga :  Jokowi Jangan Mau Kena Jebakan 'Batman'

“Wanita yang tumbuh tanpa kehadiran emosional dari ayah sering merasa perlu ‘mempermainkan’ hubungan agar tetap merasa aman.

Media sosial memperparah kecenderungan ini, di mana mereka dapat mengontrol bagaimana mereka dipersepsikan oleh pria dan menarik perhatian tanpa harus terlibat secara emosional,” ungkap McKay.

Membangun Kembali Relasi yang Sehat

Fenomena wanita yang mempermainkan pria, terutama di kalangan Gen Z, seringkali berakar dari pengalaman masa kecil yang penuh kekosongan emosional.

Kurangnya kasih sayang ayah menciptakan kebutuhan mendalam akan perhatian dan validasi dari pria, yang kemudian diekspresikan dalam bentuk manipulasi emosional atau perilaku mempermainkan dalam hubungan romantis.

Namun, penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki kapasitas untuk berubah dan memperbaiki pola hubungan yang tidak sehat.

Dengan bantuan terapi atau konseling, banyak wanita dapat belajar memahami dan mengatasi trauma masa lalu mereka, sehingga mampu membangun hubungan yang lebih sehat dan saling mendukung dengan pasangan.

Memahami fenomena ini dengan pendekatan empatik adalah langkah awal dalam menciptakan dialog yang lebih sehat tentang hubungan dan dinamika emosional, khususnya bagi generasi muda yang tumbuh di era yang semakin kompleks ini.

Tinggalkan Balasan