“Pak Jokowi tidak punya partai karena bukan ketua partai, tapi didukung yang punya duit dan punya partai.”
MATRANEWS.id — Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj, Indonesia berada dalam kondisi sangat berbahaya.
“Karena negara, dikuasai oleh para Oligarch yakni dipimpin oleh sekelompok kecil yang punya uang, yang ashabul maal, kapital,” tutur Kyai Said.
Menyebut Negara Republik Indonesia saat ini dikuasai oleh segelintir orang yang hanya punya duit.
Kritik Kyai Said disampaikan di depan para tokoh diantaranya, Dr Syeikh Ali Ibrahim Abdallah dan Dr Syeikh Muhammad Hussaini Farraj dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
“Ini negara dikuasai oleh orang-orang yang punya duit. Atau didukung oleh orang-orang yang punya duit,” ujar Kyai Said terhadap pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
“Negara ini, sekarang sistem yang berjalan negara oligarch. Pak Jokowi tidak punya duit, Pak Jokowi tidak punya partai karena bukan ketua partai, tapi didukung yang punya duit dan punya partai,” katanya di hadapan sejumlah tokoh agama.
Hadir seperti KH Cecep Abdullah Syahid (Pengasuh Pesantren Al Falah Cicalengka Bandung, Juara Qori Internasional), Muhammad Luthfi (Ketua DPRD Kabupaten Cirebon), KH Aziz Hakim (Ketua PCNU Kabupaten Cirebon) dan sekitar 10 ribuan jemaah yang hadir di acara Haul ke-6, KH Anas Sirojudin.
Sebagaimana diketahui pesantren ini dipimpin Pengasuh KH Imam Jazuli yang merupakan Alumni Universitas al-Azhar, Mesir, juga Alumnus Pesantren Lirboyo Kediri, Wakil Ketua Rabithah Ma’ahid 6 Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Periode 2010-2015.
“Melarat tidak punya duit jangan berharap jadi Bupati Cirebon, melarat tidak punya duit jangan berharap jadi Gubernur Jawa Barat,” ujar Kyai Said.
“Yang pegang kuasa adalah Oligarch, sekelompok kecil yang punya duit. Atau didukung orang yang punya duit, paham mboten?,” katanya dengan suara lantang di hadapan para jamaah haul.
Pimpinan Ormas keagamaan terbesar di Indonesia ini menyatakan, para Oligarch itu kebanyakan sudah kaya sejak jaman orde baru, hanya di jaman orde baru mereka kaya. Tapi, tidak berpolitik karena politiknya Pak Harto dikuasai tentara. Yang bukan tentara, tidak bisa berpolitik hanya mereka kaya saja.
“Nah sekarang di era reformasi bebas ini, uang yang dikumpulkan di era orde baru untuk kepentingan politik. Jadi jangan harap NU bisa menang selama NU tidak punya uang, jangan harap NU bisa berkuasa selama tidak punya uang atau didukung oleh orang yang punya uang,” katanya.
Maraknya trend ekonomi berbasis teknologi digital yang sedang berkembang pesat di Indonesia juga tak luput dari kritikan Kyai Said.
Ketum PBNU dua periode ini menyebut, para pemain di ekonomi digital hanya akan melahirkan kapitalis baru.
“Apalagi nanti dengan bisnis online, digital, Bukalapak, Lazada, apalagi-apalagi? Itu akan melahirkan kapitalis-kapitalis baru,” ujar Kyai Said.
“Ayooo, yang punya Bukalapak kira-kira orang Cisaat bukan? Ya bukan. Yang punya Lazada orang Cisaat bukan? Yang menguasai online orang Cirebon bukan? Ya bukan. Akan melahirkan kapitalis-kapitalis baru,” katanya.
Kapitalisme ini dinilai Kyai Said sangat tidak memberikan rasa adil kepada Rakyat Indonesia. Dia juga menyinggung sila kelima dari Pancasila yang menurutnya masih jauh panggang dari api.
“Pancasila yang jauh panggang dari api adalah sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adil tidak? Wong cilik pergi ke pengadilan kalah pasti, walaupun kita benar seribu persen menang ga kira-kira? Walau pengacaranya pinter tapi tidak punya duit, tetap kalah,” katanya.
“Mau hutang ke bank, wong cilik mau masuk aja pasti ragu-ragu. Tapi, kalau orang kaya yang mau hutang, bank malah yang nawari butuh duit engga?” ujar Kyai Said.
Ia pun menyebut ada di bank banyak, “Kalau konglomerat ditawari tapi kalau wong cilik, diperiksa bolak-balik jaminannya, ini namanya sistem oligarch. Faham?”
Meski demikian, Kyai Said menyebut organisasi yang dipimpinnya bukan berarti anti dengan para konglomerat.
“Alhamdulillah, NU punya prinsip, NU punya mabda’, kita tidak anti konglomerat tapi konglomerat harus nyangking mengangkat kelas menengah. Kelas menengah harus nyangking kelas kecil, kelas kecil buka lahan kerja-kerja kelas rakyat kecil, faham mboten?,” katanya.
Eksploitasi kekayaan alam Indonesia yang berlebihan juga diwanti-wanti oleh Kyai Said. Menurutnya, ini melanggar apa yang pernah disampaikan junjungan umat Islam, Nabi Muhammad SAW.
“Banyak hal-hal yang dilanggar oleh kita, Rasulullah mengatakan 15 abad yang lalu, tiga hal kekayaan alam tidak boleh dibisniskan,” ujarnya.
Pertama air. Air tidak boleh dibisniskan sebab air adalah milik seluruh rakyat Indonesia. “Kalau kita beli air kemasan ada harganya 2 ribu atau 3 ribu, niat beli botol atau buat ongkos kirim. Air sekarang sudah dibisniskan dimonopoli oleh pabrik-pabrik air minum,” katanya
Kyai Said mencontohkan di Sukabumi sumber-sumber air yang bersih dan bagus sudah dikuasai asing.
“Yang kedua adalah energi. Apa energi itu? Gas, minyak, batubara, listrik tidak boleh dibisniskan. Batubara punya kita bersama, minyak punya seluruh rakyat Indonesia, gas juga punya kita bersama,” katanya.
“Yang namanya minyak masih dikuasai oleh sekelompok orang mafia minyak, dulu namanya Petral, sekarang dibubarkan. Pertamina, yang namanya Pertamina punya anak perusahaan 167 atau 164, itu artinya apa? Monopoli bisnis di Pertamina oleh orang-orang itu itu saja,” lanjut Kyai Said.
Di bidang perbankan, Kyai Said juga mempertanyakan keberpihakan pemerintah untuk membantu rakyat kecil terkait dengan pinjaman modal rendah bunga.
Hal ini mengacu yang dialami PBNU ditawari pinjaman dari Menteri Keuangan Sri Mulyani tapi ternyata bunganya memberatkan.
“Dulu pernah tiga tahun yang lalu Sri Mulyani datang ke PBNU akan mengucurkan kredit ultra mikro sebesar 1,5 Triliun untuk warga NU supaya bisnisnya jalan diutangi, eeeh ternyata bunganya 9 persen, ini sama saja dengan bank.
Kalau betul-betul afirmasi berpihak pada orang kecil seharusnya 3 persen, sampai sekarang belum cair. Ini kebobrokan pemerintah sekarang, kapitalis baru, oligarki baru,” ujar Kyai Said.
Para Oligarch itu kebanyakan sudah kaya sejak jaman orde baru, hanya di jaman orde baru.