MATRANEWS.id — Massa Bubarkan Rumah Doa Umat Kristen, Dr Yusman Zalukhu: Mediasi dan Proses Hukum Jalan
Toleransi Terusik: Kekerasan di Padang Sarai, Mediasi dan Proses Hukum Berjalan Beriringan
Jakarta, Beredar sebuah video yang mengkhawatirkan, yang menggambarkan tindakan kekerasan, intoleransi, dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap komunitas Nias di Padang Sarai, Sumatera Barat. Video tersebut telah memicu seruan mendesak untuk tindakan hukum.
Dalam insiden tersebut, puluhan orang melakukan perusakan tempat ibadah, melakukan pengeroyokan dan mengakibatkan korban termasuk anak-anak histeris kesakitan dan menyebabkan trauma berat pada anak-anak.
Upaya sedang dilakukan untuk mengumpulkan informasi lengkap tentang insiden tersebut untuk menuntut upaya hukum, bersamaan upaya penyelesaian masalah sudah dilakukan.
Upaya sedang dilakukan untuk mengumpulkan informasi lengkap tentang insiden tersebut untuk menuntut upaya hukum, bersamaan upaya penyelesaian masalah sudah dilakukan mediasi di kantor kecamatan Koto Tangah.
Mediasi dimotori pemerintah kota bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Wakapolda, para tokoh masyarakat (Ninik Mamak), dan perwakilan Kelurahan Padang Sarai, dan mediasi itu menghasilkan hasil positif.
Para peserta mengakui pelanggaran hak beribadah warga, dan Pemerintah Kota Padang berjanji untuk mendukung pengajuan laporan polisi dan memfasilitasi penyembuhan trauma bagi anak-anak yang terkena dampak.
Pengacara dan juga pendeta Bang Fakho, mengunjungi lokasi untuk bertemu para korban dan melanjutkan proses pelaporan ke polisi.
Dihubungi melalui seluler Dr. Yuspan Zalukhu, S.H., M.H., (Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Perkumpulan Doktor Nias Indonesia) memuji respon cepat pemerintah kota dan sejumlah elemen masyarakat untuk lakukan mediasi bersamaan langkah konsekuensi hukum.
Yuspan juga menyampaikan pesan Ketua Umum Perkumpulan Doktor Nias Indonesia Dr. Alpius Sarumaha, SH. MH. mengucapkan terima kasih dan dukungan penuh kepada pemerintah kota dan yang sependapat lainnya untuk mengedepankan pendekatan musyawarah mufakat dan proses hukum yang elegan demi keharmonisan masyarakat kedepan termasuk pelaksanaan ibadah yang damai bagi semua umat beragama.
Yuspan menekankan bahwa Perkumpulan Doktor Nias Indonesia – PDNI mendukung penuh langkah-langkah pemerintah kota dan jajaran lainnya, semoga semuanya tertangani secepatnya memberikan kemanfaatan untuk semua pihak.
Terutama para pelaku bisa menyadari kekeliruan perbuatan mereka, juga korban pun bisa introspeksi kemungkinan ada hal-hal yang menjadi pemicu dan lainnya.
“Intinya semua yang terjadi bisa terselesaikan menyenangkan semua pihak bahkan menjadi hubungan kekeluargaan kekerabatan kedepan justru semakin baik dengan terjadinya peristiwa ini,” ujarnya.
Warga Bubarkan Aktivitas Sebuah Rumah Doa Umat Kristen di Padang, 2 Anak Terluka
Sebelumnya, sekelompok massa merusak dan membubarkan kegiatan ibadah dan pendidikan agama di sebuah rumah doa milik jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah Padang. Akibat peristiwa itu dua anak terluka akibat lemparan dan pukulan.
Peristiwa ini terjadi di RT 03 RW 09, Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Minggu (27/7/2025) 16.00 WIB.
Informasi itu disampaikan oleh Pendeta GKSI Anugerah Padang, F. Dachi. Pendeta menceritakan bahwa pada sore itu rumah doa sedang digunakan untuk beribadah bagi orang dewasa dan mengajar sekitar 30 anak tentang Firman Tuhan.
Tiba-tiba Pak Pendeta dipanggil oleh Ketua RW 09 dan RT 03 untuk berbicara di belakang rumah. Namun, tanpa ia duga, massa yang berkumpul mulai meneriakkan tuntutan pembubaran.
“Langsung massa teriak ‘bubarkan, bubarkan!’ dan mulai melempari rumah. Kaca pecah, peralatan dihancurkan, listrik diputus. Anak-anak ketakutan dan menangis,” ujar Dachi sebagaimana dilansir dari Sumbarkita.
Akibat serangan tersebut, kata Dachi, dua anak yang sedang mengikuti kegiatan belajar terluka dan dilarikan ke RS Yos Sudarso.
“Mereka dilempar dan dipukul dengan kayu, juga ada yang ditendang. Anak-anak ini umurnya 8 dan 11 tahun,” ucapnya.
Dachi menerangkan bahwa bangunan yang digunakan bukan gereja, melainkan rumah doa yang difungsikan sebagai tempat pendidikan agama untuk anak-anak jemaat yang kesulitan akses ke gereja di pusat kota.
“Kami tidak mendirikan gereja. Rumah ini kami sewa untuk pendidikan. Anak-anak ini butuh nilai agama di sekolah, dan itu kami bantu berikan,” tuturnya.
Dachi menjelaskan bahwa jemaat GKSI di Padang Sarai terdiri atas sekitar 21 kepala keluarga, dengan total kehadiran yang bisa mencapai seratus orang. Selama tiga tahun terakhir, katanya, mereka telah melakukan pembelajaran agama dari rumah ke rumah tanpa kendala. Ia menyebut bahwa rumah doa itu baru aktif tiga bulan terakhir.
Dari informasi yang diperoleh Dachi, massa yang melakukan pembubaran diduga telah menggelar rapat bersama tokoh RT dan RW setempat pada malam sebelum kejadian. Ia menyebut bahwa massa menganggap rumah doa tersebut sebagai gereja yang dibangun tanpa izin.
“Tapi, sejak awal, kami sudah daftarkan bangunan ini sebagai rumah doa, bukan gereja. Itu pun atas nama pribadi saya. Saat pengajuan meteran listrik pun, rumah itu diarahkan sebagai bangunan sosial,” tutur Dachi.
Kepala Polsek Koto Tangah, Kompol Afrino, membenarkan adanya peristiwa tersebut. Ia menyatakan bahwa aparat kepolisian masih melakukan pendalaman dan pengumpulan data di lokasi.
Dari video yang dikirimkan informan di lokasi terlihat bahwa sejumlah kursi hancur dan patah di luar ruangan tersebut. Selain itu, meja terbalik dan pagar rumah itu terbongkar. Empat kaca jendela luar kontrakan itu juga pecah.
Di dalam ruangan terdapat dua meja dan satu konstruksi kayu seperti mimbar, serta dua kipas angin. Di depannya ada belasan kursi plastik hijau. Di dekat konstruksi seperti mimbar itu tergeletak sebuah kursi plastik hijau dalam kondisi terbalik.
Di luar rumah itu terdapat puluhan warga dan ada sejumlah polisi sedang berbicara dengan warga. Polisi telah memasang garis polisi di bagian luar rumah tersebut.
Dachi menyayangkan tindakan tersebut dan berharap ada perlindungan dari pemerintah terhadap kebebasan beribadah jemaatnya.
“Kalau tempat ini menjual miras atau narkoba, silakan dibubarkan. Tapi ini rumah doa untuk mendidik anak-anak. Kini mereka trauma. Bahkan, ada jemaat kami yang diintimidasi dan disuruh pergi,” katanya.
Ia menyebut akan menempuh jalur hukum jika tidak ada penyelesaian secara damai.
“Kami pertimbangkan melapor ke Polrestabes atau Polda. Kami hanya ingin anak-anak bisa belajar dan beribadah dengan aman,” ujarnya.






