Mengenang Fikri Jufri Mantan Pemred Majalah MATRA

Mengenang Fikri Jufri Mantan Pemred Majalah MATRA

MATRANEWS.id — Suasana lantai 4 Gedung Tempo di Jalan Palmerah Barat sore itu berbeda dari biasanya. Tak ada suara keyboard mengetik atau rapat redaksi yang tergesa.

Yang ada hanyalah keheningan yang dipenuhi kenangan — tentang seorang tokoh yang tak sekadar wartawan, melainkan ruh dari jurnalisme Indonesia modern: Fikri Jufri, atau akrab disapa FJ.

Gedung yang dulu menjadi markas percetakan Temprint, kini telah berubah menjadi rumah bagi Majalah Tempo dan seluruh entitas medianya.

Dan di sana, puluhan sahabat, kolega, serta anggota keluarga berkumpul untuk mengenang Fikri Jufri, yang wafat pada Kamis pagi, 6 Maret 2025, pukul 09.41 WIB — tepat di hari ulang tahun Tempo yang ke-54.

Bukan kebetulan, kata banyak orang. Tapi sebuah pertanda bahwa semesta pun mengakui: FJ adalah bagian dari Tempo, dan Tempo adalah bagian dari FJ.

Acara mengenang ini lebih dari sekadar peringatan duka. Ia menjadi ajang reuni yang penuh tawa dan air mata.

Hadir para tokoh penting yang pernah menjadi bagian dari sejarah panjang Tempo dan MATRA, dari mantan pemimpin redaksi hingga para jurnalis senior.

Di antaranya hadir CEO sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah MATRA, S.S. Budi Rahardjo — yang kini juga memimpin majalah EKSEKUTIF dan HarianKami.com.

Ada Nurdin Kalim, Dian Andryanto serta Abror Rizky dan Drigo L Tobing yang bisa disebut Matra Warung Buncit, saat masih dalam satu grup Majalah Tempo. Dimana FJ sebagai Pemimpin Redaksi dan N Riantiarno sebagai Wakil Pemred.

Baca juga :  Inilah Hp Infinix yang Cocok Untuk Anak Sekolah 

Di momen sore itu juga hadir anak-anak dan menantu FJ, memberikan kesaksian hangat tentang sang ayah yang tegas namun lembut, penuh prinsip namun penuh canda.

Satu demi satu sahabatnya maju, mengisahkan Fikri Jufri dengan anekdot, tawa, dan kenangan personal. Dari Sofjan Wanandi hingga Hassan Wirajuda, mereka menyampaikan bahwa FJ bukan hanya wartawan — tapi teladan, sahabat, bahkan guru kehidupan.

Nama yang Menjadi Tonggak

Fikri Jufri bukan nama biasa.

Ia adalah pendiri Majalah Tempo, yang sejak 1971 menjadi pelopor jurnalisme investigatif di Indonesia. Ia juga pendiri Majalah MATRA — majalah pria pertama di Indonesia, atau yang kini dikenal sebagai Trend Anda.

Namun jalan jurnalistiknya tidak dimulai dari ruang redaksi yang megah. Justru dimulai secara tak sengaja, dari sebuah sore di kantor Harian KAMI, ketika Nono Anwar Makarim memintanya menulis cerita yang sebelumnya ia hanya ceritakan secara lisan.

Dari situlah, lahir tulisan pertamanya. Dan sejak itu, FJ tak pernah berhenti menulis, menyelidik, dan mengabarkan kebenaran — hingga akhir hayatnya.

Di MATRA, ia bahkan dikenal bukan hanya sebagai pemimpin redaksi, tapi juga pengarah visual. Ia hadir dalam rapat redaksi, memilih foto, bahkan melihat proses pemotretan model.

Namun ia tetap setia pada prinsip utamanya: “Orang melihat wartawan dari apa yang pernah ditulisnya, bukan dari jabatannya di media.”

Baca juga :  Rahasia Gisel Punya Badan Kencang Walau Punya Anak Satu, Klik Ini

“Wartawan itu jangan hanya jadi orang kantoran,” ujarnya. “Ia harus keluar, bertemu orang, mencari bahan, dan menulis sendiri. Itu kebanggaan seorang wartawan.”

Jernih, Tajam, dan Menginspirasi

FJ dikenal sebagai wartawan dengan daya tembus luar biasa. Ia satu-satunya jurnalis yang berhasil mewawancarai Sudono Salim alias Liem Sioe Liong — konglomerat paling tertutup di Indonesia. Ia juga pernah membujuk Ibnu Sutowo, tokoh kontroversial dari Pertamina, untuk bicara dalam wawancara eksklusif pada tahun 1976.

Berbekal pendidikan ekonomi dari Universitas Indonesia, FJ mampu menuliskan isu-isu kompleks ekonomi dalam bahasa yang jernih dan mencerahkan. Ia ditakuti narasumber, tapi dicintai pembaca. Tulisan-tulisannya menjadi acuan, bukan hanya karena informasi di dalamnya, tapi karena keberanian dan kedalaman logika yang ia usung.

Hari itu, di lantai 4 Gedung Tempo, FJ seolah hidup kembali. Dalam cerita sahabat, dalam tawa ringan, dalam kenangan tentang bagaimana ia menyunting, menulis, dan mendidik. Ia memang tak lagi ada secara fisik, tapi semangatnya menjalar — dari ruang redaksi hingga ke generasi wartawan baru.

Fikri Jufri adalah jurnalis yang menjadikan pers sebagai panggilan, bukan sekadar profesi. Ia membangun jurnalisme dari kejernihan pikiran, keberanian moral, dan ketulusan dalam menyampaikan fakta.

Setiap zaman ada orangnya. Setiap orang ada zamannya.

Dan dalam sejarah jurnalisme Indonesia, zaman Fikri Jufri tak pernah benar-benar berlalu. Ia tetap hadir, dalam baris-baris yang ditulis oleh mereka yang pernah ia ajar, dalam semangat media yang ia bangun, dan dalam ingatan yang tak akan pernah padam.

Baca juga :  5 Kebiasaan Komunikasi Buruk

Selamat jalan, FJ. Terima kasih telah memberi arah, makna, dan nyala.