






MATRANEWS.id — “METASTOMATA : METAMORPHOSIS MANIFESTO GALANG KANGIN”
Pameran Seni Rupa Komunitas Seni Galang Kangin di Neka Art Museum Dibuka 18 April 2025
Dalam rangka ulang tahun ke 29 Komunitas Seni Galang Kangin (KSGK), akan diadakan pameran seni rupa di Neka Art Museum, Ubud.
Perhelatan itu, merupakan kerja sama antara Neka Art Museum, Komunitas Seni Galang Kangin, dan House of Arie Smit. Pameran rencananya di gelar dari tanggal 18 April hingga 18 Mei 2025.
Peserta pameran, terdiri dari 12 anggota KSGK dan 3 perupa undangan. Total karya yang digelar 36 karya rupa. Termasuk karya patung kayu almarhum Made Supena.
Pada perhelatan ini KSGK mengetengahkan thema “Metastomata : Metamorphosis Manifesto KSGK.”
Metastomata pada pewacanaan ini, bisa dipadankan dengan perjalanan kreatif atau ‘nafas eksistensi’ kelompok Galang Kangin selama ini, (dan diharap) hingga ke depannya.
Konsep Metastomata, juga berpijak dari esensi Manifesto GK serta ‘bacaan’ pada beberapa karya perupa GK yang konsen pada alam.
Yang menurut interpretasi kami berkait erat dengan refleksi atas suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan simbiose mutualistik (imbal balik) antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Beranjak dari sini (metamorphosis manivesto GK), kita semua berharap pada perjalanan kreatifitas GK berikutnya — terhimpun ‘produk2 pemikiran’ yang mengimbangi estetika karya-karya para anggota Galang Kangin – dengan tujuan, berkembang senantiasa seperti proses metamorphosis, menuju mazhab yang di harapkan bersama.
Intisari dari pewacanaan Metastomata adalah, Stomata. Ini adalah pori-pori kecil pada permukaan daun yang berfungsi untuk mengatur pertukaran gas dan penguapan air yang berlebihan.
Stomata biasanya ditemukan di bagian bawah daun – terdiri dari dua sel penjaga yang mengelilingi celah kecil. Fungsi utama stomata adalah:
Pertukaran Gas, yakni mengambil karbon dioksida (CO2) dari udara untuk fotosintesis dan melepaskan oksigen (O2) sebagai produk sampingan.
Selain itu, Transpirasi – yakni mengatur penguapan air dari daun, yang membantu dalam penyerapan air dan nutrisi dari tanah melalui akar.
Selanjutnya, adalah Pengaturan Suhu – ini membantu mengatur suhu daun dengan mengeluarkan uap air, yang mendinginkan daun. Stomata, hanyalah lubang kecil yang mampu menyangga kehidupan tumbuhan, yang besar sekalipun.
Menurut Hartanto curator pameran ini dan Benito Lopulalaln selaku co curator – Tema “Meta Stomata” bermaksud untuk secara logis, kreatif dan imajinatif menggabungkan dua pemahaman sebagai satu kesatuan pemahaman.
Dua pemahaman tersebut adalah META dan STOMATA. Ini, seperti sudah disebutkan di atas, beranjak juga dari Manifesto Kelompok Seni Galang Kangin (KSGK) yang di deklarasikan pada tahun 2002.
Setelah mendapat penjelasan tentang Stomata di atas. Lalu apakah makna Meta?
Konsep META artinya: melampaui, transenden, meliputi. Sesuatu itu “meta” karena dia dapat berinteraksi, sekaligus berelasi, beraksi dan berpartisipasi.
Sesuatu itu meta karena dapat-berkaitan dengan keberadaan konsep lainnya.
Itulah sebabnya Facebook mengambil istilah ini: Facebook is meta.
“Dalam dunia digital, artificial intelegence, konsep meta ini sering digunakan karena para konseptor digital ingin mengatakan bahwa dunia digital itu ‘dunia tentang dunia’.
Artinya: dunia maya itu meliputi, berinteraksi, berelasi, -berkaitan dengan
keberadaan dunia nyata”, Benito menjelaskan.
Lebih lanjut ditegaskan oleh Co curator Benito, thema ini mengajak para perupa untuk mengeksplorasi proses-proses penting, yang tampaknya kecil dan sederhana, namun menopang kehidupan kita dan planet kita.
Sama dengan sifat Stomata, yang hanya merupakan lubang-lubang kecil, namun berperan penting dalam menunjang kehidupan pohon, yang sangat besar sekalipun.
Selain itu, timpal Hartanto, penting untuk mengapresiasi kehadiran makluk hidup lainnya khususnya tetumbuhan dan keterlibatan mereka pada keberadaan kita, sebagai individu maupun peradaban.
Tak kalah pentingnya, mengeksplorasi hubungan mendalam antara makluk sekitar kita dengan kehidupan kita sebagai individu, keberadaan kita secara sosial, serta berbagai proses yang mendukung kehadiran kita sebagai spesies manusia.
Ini, sesuai dengan apa yang tertulis di Manifesto Galang Kangin, tentang Alam sebagai sumber semua inspirasi.
Co curator Benito Lopulalan menambahkan – konsep Meta bermaksud menginspirasi seniman agar berpikir, berimajinasi, melampaui ranah fisik.
Para perupa diajak mengeksplorasi tema spiritualitas, kesadaran, dan hubungan tak terlihat yang mengikat semua kehidupan.
Selain perupa, audiens juga diajak membangun interpretasi atau penafsiran yang menyelami implikasi filosofis tentang kehidupan, eksistensi, dan peran tanaman dalam pemahaman kita tentang alam semesta.
“Yang menarik pada kuratorial kali ini, co curator Benito Lopulalan selain bikin Questioner, juga menyelenggarakan Workshop/Lokakarya pribadi, dan Workshop Memahami makna “Meta”.
Lokakarya pribadi lebih ditujukan untuk membantu setiap perupa peserta . Ini, diharapkan ada keseimbangan antara pemikiran logis serta “kenakalan” imajinasi anda dalam mendukung karya dalam Tema ‘Meta Stomata’”, Galung Wiratmaja ketua KSGK menjelaskan
Konsep Meta Stomata menawarkan rangkaian ide yang kaya untuk dieksplorasi.
Tema ini mengajak secara kreatif untuk berpikir mendalam tentang hubungan antara kehidupan, budaya, dan proses penting yang menopang planet kita.
Pameran ini memiliki potensi untuk menginspirasi tidak hanya para seniman tetapi juga audiens, mendorong apresiasi yang lebih besar terhadap jaring kehidupan yang (mungkin) rumit yang mengelilingi kita.
Sementara itu tentang Workshop Memahami makna “Meta”, yang bisa berarti ‘melampaui’. Benito memberi contoh, ada meta realitas yang melampaui realitas, ada meta-makna yang melampaui makna, ada meta kehadiran yang melampaui kehadiran.
Facebook – mengubah namanya menjadi Meta untuk menggambarkan visi mereka tentang dunia virtual yang melampaui batas-batas internet saat ini.
Metaverse adalah contoh konkret dari sesuatu yang “meta” karena ia melampaui realitas fisik dan menciptakan ruang interaksi baru yang menggabungkan dunia nyata dan maya.
Lebih lanjut dijelaskan tentang Metafora dalam bahasa. Penggunaan metafora atau perumpamaan bisa dikata melampaui makna harfiah kata-kata agar “makna melampaui makna” dalam pemahaman baru. Misalnya, “Anak itu dikenal sebagai kutu buku di kelasnya”.
Ini melampaui arti literal “kutu buku” untuk menggambarkan seseorang yang sangat gemar membaca.
Pada contoh lain, Benito mempertanyakan tentang meta-budaya atau metaculture?
Ini, ujarnya, adalah proses memahami “budaya melampaui budaya” – para pelaku meta-budaya hendak melampaui pemikiran satu budaya saja, mereka mengamati suatu realita atau pemaknaan tertentu yang tidak hanya muncul dalam satu budaya, tapi ada dalam berbagai budaya. Persaudaraan budaya dipahami dalam “meta” ini.
“Begitulah sekilas tentang konsep kuratorial mengambil thema “Metastomata : Metamorphosis Manifesto Galang Kangin”.
Metamorphosis ‘mengadopsi’ dari proses ulat menjadi kupu-kupu. Ini proses alamiah yang tak pernah berhenti. Demikian juga harapan anggota KSGK, berharap terus berproses kreatifitasnya tanpa henti – menuju mazhab di kemudian hari”, Galung Wiratmaja menandaskan.
Pada saat yang sama, Direktur Neka Art Museum (NAM) Dr. Pande Made K. Suteja mengatakan – perhelatan ini diselenggarakan bukan semata-mata sebagai ajang untuk memamerkan karya.
Melainkan sebagai ruang pertemuan antara gagasan dan bentuk visual, antara proses kreatif dan pencapaian estetik. Selain itu, tambah Galung Ketua KSGK, juga sangat penting ‘produk’ pemikiran melatari karya rupa para anggota.
Dalam periode kali ini, Galang Kangin menyuguhkan pendekatan yang lebih mendalam terhadap praktik seni rupa, menghadirkan warna dan tekstur artistik yang dirancang secara terstruktur, menyatu dalam satu tarikan napas yang harmonis.
Pameran ini bukan entitas yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari proses kreatif yang terbuka dan partisipatif.
Lokakarya-lokakarya yang turut menyertainya menjadi bagian integral dari semangat kolektif: bahwa seni adalah arena reflektif, tempat pertukaran nilai dan pengalaman berlangsung, dan bentuk visual merupakan hasil dari pencarian makna yang berkelanjutan.
Melalui kegiatan ini, ruang untuk tumbuhnya ide-ide baru menjadi nyata.
Tajuk pameran Metastomata: Metamorfosis Manifesto Galang Kangin ini mencerminkan keberanian untuk meninjau ulang arah perjalanan, memperkuat komitmen, dan membuka ruang eksplorasi baru.
Hasil karya yang digelar adalah daya cipta dari : Made Supena, Mede Galung Wiratmaja, Wayan Setem, Dewa Gede Soma Wijaya, Wayan Naya Swantha, Nyoman Diwarupa, Made Ardika, Made Sudana, Made Gunawan , Sudarwanto, I Gede Jaya Putra, A.A. Eka Putra Dela, Agus Murdika, Atmi Kristiadewi, I Ketut Putrayasa, dan I Gede Adi.
Tahun ini, Galang Kangin genap berusia 29 tahun. Menurut Dr. Pande Made K. Suteja – sebuah fase yang dalam kosmologi spiritual Hindu Bali, mencerminkan masa Grahasta Asrama.
Yakni, tahapan hidup yang mendorong produktivitas, tanggung jawab, serta regenerasi nilai. Komunitas yang lahir pada 9 April 1996 ini, berangkat dari kegelisahan akan potensi gesekan ketika dua institusi seni—Program Studi Seni Rupa dan Desain Universitas Udayana (PSSRD Unud) dan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar—digabungkan.
Saat banyak pihak memandang penggabungan tersebut sebagai langkah problematis karena perbedaan latar dan sistem, sembilan mahasiswa dari kedua institusi justru memilih jalur kolaboratif.
Mereka membentuk sebuah kelompok yang diberi nama Galang Kangin, yang dalam pemahaman masyarakat Bali berarti “cahaya menjelang pagi.”
Dalam makna yang lebih luas, nama ini merujuk pada awal yang benar, awal yang sehat dan jernih, serta semangat kebijaksanaan yang muncul dari timur.
Labih lanjut – direktur Neka Art Museum menjelaskan, pameran ini berlangsung bertepatan dengan bulan kelahiran maestro seni rupa Arie Smit (15 April 1916 – 23 Maret 2016), tokoh yang memberi warna penting dalam perkembangan seni rupa di Bali.
Melalui perannya dalam mendorong kreativitas anak-anak di Penestanan tanpa doktrin, ia memicu lahirnya gaya Young Artist—mazhab yang menekankan kebebasan ekspresi dan spontanitas.
Spirit inilah yang menginspirasi Galang Kangin dalam membangun ruang seni yang merdeka, mandiri, setara, dan jujur terhadap proses.
Kini, dengan kedewasaan usia, imbuh Dr. Pande Made K. Suteja – Galang Kangin berada pada simpul penting.
Masa Grahasta Asrama bukan hanya fase produktif, tetapi juga peluang untuk melahirkan generasi seniman baru yang menjunjung nilai kejujuran artistik, semangat kolaboratif, dan orientasi pada keberlanjutan.
Apabila fase ini dilewati tanpa kesadaran kreatif, maka yang tersisa hanyalah kontemplasi pasif di tahap hidup berikutnya yang lebih tinggi lepas dari duniawi , yakni Wanaprastha dan Biksuka.
“Oleh sebab itu, pameran ini bukan hanya selebrasi usia, melainkan juga pengingat agar momentum produktif ini tidak disia-siakan. ”
“Karena setiap pencapaian besar selalu dimulai dari langkah kecil. Semoga Metamorfosis Manifesto Galang Kangin menjadi pijakan menuju arah yang lebih kuat, luas, dan berdampak—bagi komunitas, masyarakat, dan ekosistem serta lanskap seni rupa Indonesia secara keseluruhan”, tandas Direktur Neka Art Museum
#NAM
Daftar Seniman Peserta: Pameran Seni Rupa Komunitas Seni Galang Kangin di Neka Art Museum Dibuka 18 April 2025
Beberapa nama seniman peserta antara lain:
Made Supena, Made Galung Wiratmaja, Wayan Setem, Dewa Gede Soma Wijaya, Wayan Naya Swantha, Nyoman Diwarupa, Made Ardika, Made Sudana, Made Gunawan , I Gede Jaya Putra, A.A. Eka Putra Dela, Agus Murdika, Atmi Kristiadewi, I Ketut Putrayasa, dan I Gede Adi.
- Untuk informasi lebih lanjut:
Neka Art Museum – telp: +6281338424036
Ketua Komunitas Seni Galang Kangin – telp. 0812 4699 622
https://www.hariankami.com/profile-kami/23614971835/pameran-seni-rupa-komunitas-seni-galang-kangin-di-neka-art-museum-dibuka-18-april-2025