Kolom  

Menjadi Pemimpin Polri yang Baik, Sebuah Perenungan

Oleh: KomjenPol. Drs. Suhardi Alius MH

Menjadi Pemimpin Polri yang Baik, Sebuah Perenungan

MATRANEWS.id — PERKEMBANGAN masyarakat dengan tata nilai dan interaksi sosial yang semakin kompleks, baik sebagai implikasi positif dari kemajuan teknologi informasi, demokratisasi, perlindungan terhadap HAM, maupun dampak negatifyang menyertai dari berbagai kemajuan tersebut.

Berbagai persoalan sebagai fenomena-fenomena baru, timbulnya ketidakteraturan sosial yang berpotensi timbulnya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta berbagai kejahatan dengan modus operandinya yang baru, telah menyentuh tataran kejahatan kemanusiaan.

Menghadapi berbagai perubahan dan permasalahan yang ada saat ini dan antisipasi pada masa-masa mendatang.

Kemampuan/kapasitas Polri untuk mengelola, mencegah, dan menanggulangi berbagai bentuk penyimpangan, ketidakteraturan sosial, dan kejahatan, sangat diperlukan kepemimpinan Polri yang prima.

Prinsipnya, seorang pemimpin Polri harus mempunyai minimal tiga prasyarat utama, yaitu memiliki daya kepemimpinan, kemampuan manajerial, serta kepekaan.

Daya kepemimpinan, merupakan kemampuan menggunakan pengaruh kekuasaan dengan baik terhadap orang lain, kemampuan untuk memengaruhi pengikut bukan dengan paksaan, tapi dengan memotivasi orang mencapai tujuan tertentu.

Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan dengan derajat kualitas emosi dari hubungan tersebut, yang mencakup tingkat keakraban dan penerimaan anggota terhadap pemimpinnya.

Semakin yakin dan percaya anggota kepada pemimpinnya, semakin efektif organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya.

Intinya adalah bagaimana mengelola dengan baik sumberdaya manusia Polri.

Sedangkan kemampuan manajerial merupakan kemampuan pemimpin dalam memanfaatkan dan menggerakkan segala sumberdaya organisasi yang dimiliki dalam mencapai tujuannya.

Daya manajerial seorang pemimpin, yaitu memiliki kemampuan dalam aligning (penyelarasan), upaya untuk memastikan bahwa struktur, sistem, dan operasional organisasi memberi dukungan pada pencapaian visi-misi dan tujuan, serta hubungannya dengan organisasi lainnya maupun lingkungan yang terlibat.

Adapun pemimpin yang memiliki kepekaan, yaitu tanggap terhadap perubahan yang terjadi, baik dalam lingkungan internal maupun dalam kehidupan masyarakat.

Pemimpin haruslah mengutamakan pentingnya saling menghargai, toleransi, memahami orang lain, dan perlindungan terhadap kesejahteraan.

Baca juga :  Doing The Right Things Right

Pemimpin yang demikian amat bernilai karena berpikiran luas, serta mengutamakan rasa keadilan, kesamaan, kebijaksanaan, dan keseimbangan diri.

Kepekaan ini hanya muncul kalau seorang pemimpin senantiasa peka terhadap dinamika sekelilingnya. Tanpa kepekaan ini, ia akan mudah jatuh dan bias dalam menangkap hal-hal yang terjadi di sekitarnya.

Kepekaan sosial ini yang harus dibangun dan ditingkatkan dari semua unsur pimpinan Polri di semua lini penugasan.

Kepekaan sosial melalui peningkatan kepekaan, kepeduliaan terhadap lingkungan di sekelilingnya, akan mempertajam feeling dan intuisi, kapan dan di mana harus mengambil suatu keputusan atau kebijakan.

Dengan kepekaan seperti kepedulian sosial ini, kepemimpinan Polri akan mendapatkan dukungan sosial yang sangat berguna dalam meraih kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tugasnya dengan baik.

Oleh karena itu, kepekaan sosial merupakan unsur terpenting yang harus dimiliki dalam kepemimpinan Polri.

Menuntut Kepekaan

Perubahan masyarakat dengan perkembangannya yang pesat disertai kompleksitas permasalahan yang dihadapi, menuntut kepekaan dari Polri, terutama pimpinan pada semua jenjang kesatuan.

Dengan kepekaan, Polri akan mampu melakukan penangkalan dan pencegahan segala bentuk gangguan yang dapat terjadi di masyarakat.

Menyuruh orang lain bekerja dalam suatu sistem manajemen tidak lagi cukup, tapi seorang pemimpin harus memiliki daya kepemimpinan yang dapat membina personelnya terlibat langsung dalam setiap proses manajemen.

Suasana budaya kerjasama dan bekerja bersama akan terwujud manakala pimpinannya memiliki kepekaan terhadap sekelilingnya serta moral yang patut diteladani.

Keberadaan Polri dalam masyarakat sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat semakin diharapkan, seiring dengan tingkat kebutuhan dan rasa aman dalam masyarakat.

Sosok Polri yang ideal adalah polisi yang mengerti keinginan masyarakatnya. Menghadapi berbagai perubahan lingkungan,tuntutan dan harapan masyarakat.

Maka, sebaiknya kepemimpinan Polri masa depan menitikberatkan pada kepemimpinan yang berorientasi kepada pelayanan (servant leadership).

Yang sekaligus mampu menetapkan tolak ukur dalam memberikan penilaian terhadap kinerja anak buahnya secara objektif, dapat dipertanggungjawabkan, dan akuntabel.

Baca juga :  Catatan Syalomitha Hukom Tentang Krisis yang Diabaikan: Kurangnya Visi Bencana dalam Kampanye Presiden Indonesia

Tuntutan masyarakat dan perkembangan nasional maupun internasional dengan kondisi riil kelembagaan Polri, sebagai salah satu organisasi yang besar dengan tanggung jawab yang besar pula.

Memerlukan strategi kebijakan Polri yang simultan dalam mengimplementasikan Renstra Polri tahap II, yaitu strategi partnership building (2010-2014).

Strategi kepemimpinan Polri dalam meningkatkan pelayanan prima harus didukung dengan daya kepemimpinan, kemampuan manajerial.

Juga diperlukan kepekaan terhadap segala perubahan situasi yang melekat di semua pejabat Polri pada setiap levelkepangkatan dan jabatan yang diembannya.

Polri berasal dari rakyat, dengan demikian Polri memiliki beban moral yang harus diemban yang semakin mengukuhkan tugas dan perannya di tengah masyarakat.

Sebagai bagian dari masyarakat, Polri harus peka terhadap suatu gejala yang ada dalam kehidupan sosial dalam masyarakat, yang dirasakan sebagai beban atau gangguan yang merugikan masyarakat.

Oleh karena itu, sebagai pemimpin dengan daya kepemimpinan yang mumpuni, kemampuan manajerial yang handal dan memiliki kepekaan tinggi.

Sudah semestinya mewarnai kebijakan-kebijakan strategisnya dalam memimpin roda organisasi Polri, antara lain:

  • Berani membuat terobosan yang bisa atau mungkin tidak lazim tapi bermanfaat bagi organisasi dan masyarakat.

Mampu melihat dan memperhitungkan setiap premis dan risiko yang akan menjadi ekses dari setiap kebijakan, sehingga dapat lebih awal mengantisipasinya.

  • Mampu menempatkan diri dan melaksanakan perannya sebagai pemimpin, senior, teman, guru, orangtua, dan lain-lain.
  • Mampu menempatkan diri dan bekerjasama serta mensinergikan semua sumberdaya yang ada dalam kewenangannya.

Terus membuka ruang komunikasi dua arah dengan para stafpembantu-pembantunya dan mengadakan kroscek insidentil terhadap kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan, apakah dilaksanakan atau tidak.

  • Mampu/bisa mengatur penempatan anggotanya, yaitu tidak terlalu lama di suatu tempat tertentu untuk menghindari kejenuhan dan penyimpangan, kecuali yang memiliki keahlian tertentu.
  • Mampu menghadirkan budaya malu dalam organisasi sebagai ciri manusia yang bermartabat.
Baca juga :  Busy but not BUSINESS

Dengan budaya malu, menjadi kontrol diri baik dalam menjaga idealisme maupun dalam menghindarkan dari perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma serta perilaku yang bertentangan dengan hukum.

  • Mau dan konsisten melihat ke bawah tentang kondisi anggotanya, baik masalah kesejahteraan, perilaku, alat perlengkapan, serta sarana dan prasarana, dan lain-lain.

Sehingga ada empati untuk memperbaikinya, sekaligus menjadi instrumen instrospeksi diri apabila akan melakukan penyimpangan atau pola hidup berlebihan.

  • Sebagai pemimpin, dapat belajar dari pengalaman senior/ pendahulunya, yang dapat menggambarkan kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Untuk kelebihan-kelebihannya, tentunya dapat dijadikan spirit dan trigger untuk terus dipertahankan dan dikembangkan.

  • Mampu mengidentifikasi kebutuhan alat peralatan yang disesuaikan dengan kondisi geografis masing-masing, sehingga pengadaan tidak lagi tersentralisasi.

Namun, hal ini harus didistribusikan ke masing-masing daerah sesuai kebutuhan dengan pertimbangan efisiensi serta mempermudah perawatan alat peralatan guna memperpanjang usia pakai.

Sebagai contoh, untuk daerah perbukitan lebih baik diberikan motor trail daripada mobil yang sangat terbatas jalannya.

  • Mampu menghadapi dan mengelola dinamika penyidikan yang dilaksanakan oleh jajaran Reserse serta mampu untuk mengomunikasikannya guna mendapatkan keputusan yang arif.

Dengan tidak mengabaikan kepentingan penegakan hukum, namun juga tetap mempertimbangkan kepentingan-kepentingan nasional.

Sehingga semua langkah investigasi yang dilakukan oleh jajaran Reserse Polri mendapatkan eksistensinya dari sisi legalitas maupun legitimasi.

  • Mampu memberikan contoh dan teladan untuk tidak terjadinya erosi kepemimpinan, yang artinya mampu memberikan koreksidan perbaikan terhadap anggotanya dari hal-hal yang kecil.

Sehingga dapat diantisipasi kemungkinan terjadinya penyimpangan atau kesalahan yang lebih besar lagi.

BACA JUGA: majalah EKSEKUTIF edisi September 2022, klik ini

Tinggalkan Balasan