MATRANEWS.id — Jammer dan anti drone sudah aktif di Istana Merdeka, DPR/MPR dan sepanjang rute.
Sumber keamanan dari special grup ICSF memberi pesan singkat ke komunitas, untuk semua pesawat berawak dan tidak berawak menghindari area ini.
Masih menurut sumber keamanan yang dapat dipercaya ini, semua drone jammer, anti drone juga anti GPS dimaksimalkan power-nya, untuk penghancuran. Antisipasi serangan drone juga rudal.
Kawasan penting itu, dipasangi anti rudal jelajah dan drone, tidak memiliki tanda panas yang dibaca sebagian besar radar.
Diacak radio frekuensi dan radarnya. Juga dipasang kamera berkekuatan tinggi, berteknologi jamming untuk mengganggu penerbangan kawanan drone.
Kerentanan terhadap objek vital, harus diakui menjadi perhatian, khususnya dalam momen pelantikan Presiden dan Wakil Presiden.
Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan keamanan negara, sosial budaya, serta lingkungan udara.
Tanggal 17-21 Oktober 2019, kawasan udara terlarang (prohibited area) diperluas hingga radius 5 NM (9.25 KM). Selain itu, zona identifikasi pertahanan udara (air defence identification zone/ADIZ) diberlakukan ketat.
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Larangan pengoperasian pesawat remote kontrol tanpa awak juga berjalan di sekitar pengamanan VVIP.
Adanya pembatasan dan pengawasan pengoperasian menerbangkan pesawat drone, termasuk untuk pemetaan dan pemotretan dari udara untuk kepentingan ilmiah dan pendataan wilayah.
Sejumlah kawasan udara yang dilarang untuk mengoperasikan dan menerbangkan drone lainya, yakni kawasan udara terbatas (restricted area) baik penerbangan udara negara atau pun penerbangan komersil.
Ada kawasan yang drone sama sekali tidak bisa terbang karena frekuensinya sudah diacak dan dikunci.
baca juga: majalah Matra edisi cetak — klik ini