Mantan Kepala BPOM ini mengatakan, problem utamanya Badan POM saat ini, terlalu arogan dan menjadi enemy bagi banyak pihak termasuk mencederai stafnya sendiri.
MATRANEWS.id — Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM RI) tahun 2001-2006 berkomentar, membuat banyak pemerhati kesehatan tersentak.
Apa yang membuat semua pihak tersentak dan viral itu?
Marwah Badan POM Akan Menjadi Punah Kehilangan “ruh”-nya
Ketika internal Badan POM sekarang, termasuk publik dan kalangan bisnis dan industri farmasi diam tanpa komentar.
Sampurno, yang kini menjadi akademisi dan mengajar di salah satu Fakultas Farmasi Universitas swasta tanah air tetap seperti dulu.
Idealismenya tak berubah, berkata benar jika memang harus dikatakan benar. Jika ada yang salah, pria kelahiran desa Nganjuk, Jawa Timur, 31 Desember 1950 itu tak sungkan mengkritisi.
Putera seorang guru ‘ngaji dan petani ini menyebut, “Ketika Menkes mengatakan akan mengambil alih registrasi obat dari Badan POM. Sesungguhnya yang akan diminta oleh Menkes tidak hanya izin peredaran obat.”
Sampurno yang dari awal memang punya karir di Badan POM, mulai dari tenaga honorer. Menjadi PNS mulai dari golongan 3A, akhirnya menjadi Dirjen POM (1998-2001).
“Kalau itu terjadi, banyak kewenangan Badan POM yang akan dipangkas,” ujarnya.
“Sehingga, marwah Badan POM akan menjadi punah kehilangan ruhnya,” masih kata Sampurno, yang mengalami masa, menjadi Kepala Badan POM, setelah Direktorat Jenderal POM Depkes berubah menjadi Badan POM.
Kini, Sampurno memberi wacana publik dan mengkritisi untuk semua pihak mengerti apa yang terjadi di BPOM.
Tidak Ada Soliditas Internal BPOM, Hadapi Tantangan & Enemy Eksternal
“Mengapa tidak ada public opinion dari komunitas farmasi yang mengkonter atas langkah amputasi yang dilakukan oleh Menkes?” ujarnya, kemudian me-rilis hal ini ke media sosial.
Mantan Kepala BPOM ini mengatakan, problem utamanya Badan POM saat ini, terlalu arogan dan menjadi enemy bagi banyak pihak termasuk mencederai stafnya sendiri.
“Tidak ada soliditas internal untuk menghadapi tantangan dan enemy eksternal,” Sampurno membuka situasi terkini di BPOM, berdasar input banyak pihak, terutama dari dari internal sumber daya manusia BPOM yang idealis.
Masih menurut Sampurno bersaksi, serangan frontal Kemenkes sebenarnya adalah dendam lama sejak berdirinya Badan POM yang masih tersimpan. Menjadi kemudian “meledak”, ketika ada momentum Menkes baru.
“Jujur, kalau semua kewenangan Badan POM dipangkas dan dipindahkan ke Kemenkes, kewenangan yang diambil oleh Kemenkes tadi, ibarat pakaian yang kedodoran dipakai oleh organisasi eksekutor di sana,” tutur Sampurno.
Bangga menjadi organik BPOM dengan SDM yang selama ini berkiprah dengan baik, profesional dan trengginas, Sampurno melihat jika fungsi itu dialihkan ke Kementrian Kesehatan tugasnya terlalu luas.
Sedangkan perangkat organisasi dan SDM di sana, terlalu minim dan perangkat maupun SDM itu tidak bisa diciptakan dalam semalam. “Jika ingin memperoleh output yang optimal untuk publik sekaligus,” ujar Sampurno.
SDM Badan POM berkualitas, Peran & Fungsi Badan POM Tak Perlu Direduksi
“Agardapat bersinergi dengan Kemenkes, yang perlu diprioritaskan adalah menata kembali hubungan hirargis dan organisatoris antara Kemenkes dan Badan POM,” demikian sarannya dengan bijak.
“Perlu dibuat Kepres baru yang menata hubungan organisasi itu, dengan lebih pas. Yang intinya, bagaimana Kemenkes dapat mengendalikan Badan POM secara efektif tanpa mereduksi peran dan fungsi Badan POM,” ujar Sampurno.
Suami dari Hj. Sri D. Herawati itu menyebut sumber daya manusia di Badan POM demikian berkualitas, penuh komitmen dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Selain itu, “Perlu diupayakan agar Badan POM dapat memberikan layananyang baik dan optimal kepada industri dan bisnis sediaan farmasi dan makanan.”