MATRANEWS.id — Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menekankan, pentingnya transformasi bagi sejumlah BUMN. “Transformasi BUMN tidak bisa ditawar dan harus segera dilakukan dengan langkah terencana,” ujarnya.
Salah satunya dengan merapikan struktur sejumlah perusahaan negara, mulai dari jumlah pejabat yang bertugas hingga jumlah BUMN.
Erick mengibaratkan, pengawasan BUMN tidak berbeda dengan mengawasi anak sendiri.
“Ibarat punya tiga anak, tidak mungkin dibeda-bedakan, anak nomor 1, 2, dan 3, semuanya sama, namanya juga anak. Tapi, kalau anaknya 142 juga kebanyakan, tidak cukup. Makanya ada klaster 1, kluster 2, dan dana reksa PPA,” kata Erick.
Pada kesempatan yang sama, Erick juga menyampaikan kepada Ahok untuk menjaga solidaritas teamwork dan terus melakukan transformasi di BUMN.
Mantan gubernur DKI ramai diperbincangkan, karena kehadirannya di Pertamina telah mengganggu “keharmonisan” yang ada di perusahaan pelat merah tersebut. Ahok disebut sebagai pembuat kekacauan dan kekisruhan.
Ahok disebut “menganggu keharmonisan”, tatkala menuding para direksi tersebut lebih banyak melakukan lobi-lobi ke Menteri BUMN. Gusar karena isu pergantian direksi. Dimana Komisaris BUMN pun rata-rata titipan dari kementerian-kementerian.
Pernyataan tersebut dilontarkan Ahok melalui akun YouTube POIN pada Senin, 14 September 2020.
“Ganti direktur bisa tanpa kasih tahu saya. Saya sempat marah-marah juga. Direksi-direksi semua mainnya lobi ke menteri, karena yang menentukan itu menteri,” ujarnya dikutip dari kanal YouTube POIN yang bertajuk ‘Nekat! Ahok Lakukan Ini’.
Ahok juga membeberkan persoalan gaji para direksi yang sudah dicopot tapi tetap menikmati fasilitas yang sama.
Ahok mencontohkan jabatan direktur utama anak perusahaan Pertamina dengan gaji Rp100 juta lebih dicopot. Tapi tetap digaji meski tidak menjabat lagi.
“Masa dicopot gaji masi sama. Alasannya karena orang lama. Ya harusnya gaji mengikuti jabatan Anda kan. Tapi mereka bikin gaji pokok gede semua. Jadi bayangin gaji sekian tahun gaji pokok bisa Rp75 juta. Dicopot, gak ada kerjaan pun dibayar segitu. Gila aja nih,” papar Ahok.
Ahok berkomitmen akan melakukan perbaikan sistem di Pertamina. Nantinya, birokrasi soal pangkat akan dipotong dan juga sistem pangkat akan melalui jalur lelang terbuka.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tiba-tiba blak-blakan bicara tentang hambatan transformasi internal di PT Pertamina (persero), 9 bulan setelah dia menjabat sebagai komisaris utama di BUMN migas tersebut.
Pria asal Belitung ini kemudian menyoroti bisnis kilang Pertamina. Dia membeberkan bahwa dirinya akan melakukan audit perihal penyebab banyak investor yang menawarkan kerja sama tapi tak digubris bahkan ditolak oleh perseroan.
Selain itu, dia juga menyebut strategi menajemen perseroan dalam mengelola bisnis membuatnya emosi, termasuk soal rencana Pertamina untuk kembali berutang untuk berkespansi.
“Saya bilang, apa tidak berpikir untuk eksplorasi? Kita masih punya 12 cekungan yang masih perpotensi punya minyak punya gasas, lu ngapain di luar negeri. Ini jangan-jangan ada komisi nih beli beli minyak di luar,” ujar Ahok.
Bukan hanya membeberkan kebobrokan Pertamina, Ahok juga mengungkapkan kekesalannya terhadap BUMN lain yang bermitra dengan Pertamina, yakni Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia atau Perum Peruri.
Dia menyebut sikap Perum Peruri yang meminta uang sebesar Rp500 miliar untuk proses pengurangan dokumen kertas (paperless) di Pertamina sebagai hal yang tak masuk akal dan hanya ingin mencari uang.
“Itu sama aja udah dapet Pertamina gamau kerja lagi, mau tidur sepuluh tahun jadi ular sanca, jadi ular piton,” tutur Ahok.
Dia berpendapat sudah saatnya Kementerian BUMN dibubarkan dan diganti dengan superholding yang menaungi holding-holding perusahaan pelat merah yang ada, seperti sistem Temasek Singapura.
“Kementerian BUMN harus dibubarkan sebelum Pak Jokowi turun. Kita harus ada semacam Indonesia Incorporation macam Temasek (BUMN Singapura),” tukas Ahok.
Super holding semacam Indonesia Incorporations diperlukan karena BUMN sudah beranak, cucu, cicit, canggah, seenaknya itu di bawah. Tak hanya komisaris tak bisa control.
Seorang Presiden pun, menurutnya, tak dapat mengontrol BUMN. Satu contoh, salah satu direksi anak usaha Pertamina disebut mengalokasikan bonus hingga Rp230 miliar untuk empat orang.
Baginya, meski direksi tak perlu izin komisaris, ada asas kepatutan yang dilanggar. Bonus direksi Pertamina Rp20 miliar saja membuat berang, katanya, apalagi yang lebih banyak dari itu.