Kolom  

Catatan Pinggir Monita Purwandani Tentang Feed Back Film Jumbo

Di Tengah Viral dan Rekor Film Animasi Terlaris se Asia Tenggara

Catatan Pinggir Monita Purwandani Tentang Feed Back Film Jumbo

MATRANEWS.idDi Tengah Viral dan Gokilnya Jumbo dengan penonton yang sudah 3,5 juta. 

Di tengah gelombang antusiasme dan viralnya film Jumbo, tiba-tiba muncul nada-nada miring di medsos yang menyebut film ini “ngajarin musrik”. Sebuah tuduhan yang terdengar lebih seperti dagelan ketimbang kritik serius.

Sebab kalau ditilik dengan jernih, film ini justru menyuguhkan nilai-nilai universal tentang persahabatan, kerja keras, dan penerimaan diri—bukan ajaran sesat apalagi penyimpangan.

Film ini menjelma menjadi tontonan seru anak-anak yang juga sanggup menyentuh hati orang dewasa. Penuh fantasi, tapi masih terasa dekat di hati.

Selain menjadi elemen yang memanjakan mata, visualisasi film ini juga berperan sebagai pintu gerbang untuk membantu penonton lebih mudah tenggelam mengikuti petualangan Don bersama teman-temannya.

Kualitas Jumbo menjadi semakin lengkap karena cerita yang disuguhkan tidak kalah memuaskan.

Dengan status sebagai Film Animasi Terlaris se-Asia Tenggara, Jumbo tidak hanya menghibur, tapi juga menyentuh.

Lewat tangan dingin sutradara Ryan Adriandhy dan lebih dari 400 kreator lokal, film ini membuktikan bahwa animasi Indonesia sudah mampu bicara di panggung yang lebih besar.

Dan bukan cuma soal teknis atau visual. Jumbo adalah sebuah karya dengan soul—yang terasa hidup lewat intonasi, dialog, dan gestur para karakternya.

Monita Purwandani, seorang mahasiswi mengulas film ini karena encouragement dari seorang dosen. “Ternyata filmnya bagus, yang awalnya aku pikir biasa saja,” mantan model yang kini menjadi coach.

Berikut review Feedback Film Jumbo, dari Monita:

Film ini punya cerita sederhana, tapi dampaknya luar biasa secara emosional. Bukan hanya karena gambar atau alurnya, tapi karena film ini mampu “berbicara” langsung ke hati penonton.

Baca juga :  'Ribut Ini Pangkalnya Apa' Catatan Pinggir FB Goenawan Mohamad

Jika dilihat dari teori Albert Mehrabian (7-38-55 rule), film ini sangat efektif menyampaikan pesan lewat komunikasi nonverbal, ekspresi wajah para karakter yang sangat menyentuh hati, gestur, dan intonasi suara yang pas dan mengena.. Pemilihan kata-katanya pun tepat dan emosional, bahkan lagu terasa dalam.

Pesan moral yang diangkat juga kuat: permusuhan itu merugikan, menolong adalah hal yang mulia, dan kolaborasi jauh lebih bermanfaat daripada saling menjatuhkan.

Dengan pendekatan komunikasi yang sangat baik, film ini menunjukkan bahwa seni komunikasi sejati tak hanya soal kata-kata, tapi tentang bagaimana pesan itu sampai dan dirasakan.

Mengenai pesan moral tentang penerimaan diri dan value. Don dijauhi teman temannya karena banyak membacakan dongeng dan lelet. Tapi saat dia punya value, punya kontribusi, dan tetap berbuat baik, akhirnya, value bicara.

Saat Don menunjukkan value-nya melalui penampilan luar biasa di acara pentas, segalanya mulai berubah. Bakat dan kerja kerasnya yang selama ini mungkin tidak dilihat, akhirnya tampil dengan sangat mengesankan.

Kemenangan itu bukan hanya soal prestasi, tapi jadi momen pembuktianmbahwa Don punya nilai, punya sesuatu yang berharga untuk ditunjukkan.

Di titik itulah hubungan antara Don dan Ata mulai mencair. Ketika Don mulai peduli dan menunjukkan perhatian, bukan hanya Ata yang luluh, tapi juga teman-teman lain yang sebelumnya marah.

Ini jadi pengingat bahwa ketika kita tidak diterima di suatu komunitas, tidak usah kuatir, teruslah berusaha untuk menjadi seseorang yang mempunyai value, dan tetap berusaha menunjukkan versi terbaik dari diri kita, bahkan mereka yang sempat menjauh pun bisa datang kembali dengan penerimaan.

Baca juga :  Anang Iskandar: Gugurnya Status Pidana Penyalah Guna Narkotika

Kalau kita merasa sedih setelah menonton film ini, itu artinya film ini berhasil menyentuh emosi kita secara dalam.

Tapi coba bayangkan, kalau ceritanya tetap sama, karakternya juga tidak berubah, tapi penyampaiannya berbeda, misalnya intonasinya datar, ekspresi wajahnya kaku, mungkin hasilnya akan sangat berbeda.

Kita mungkin tidak akan ikut larut, tidak merasakan kedalaman emosinya, bahkan bisa jadi pesan ceritanya terasa hambar.

Inilah bukti bahwa cara menyampaikan pesan, lewat suara dan ekspresi, punya peran besar dalam menyentuh hati audiens. Karena terkadang, yang membuat kita terhubung bukan hanya apa yang disampaikan, tapi bagaimana caranya.

Di Tengah Viral dan Gokilnya Jumbo dengan Penonton 3,5 Juta, Ada-Ada Saja Film Ini Dibilang Ngajarin Musrik – Harian Kami