Mike Tyson Pebisnis Ganja California dan Kemungkinan Ekspansinya ke Indonesia

Mike Tyson Pebisnis Ganja California dan Kemungkinan Ekspansinya ke Indonesia

Google Analytics mencatat artikel Mike Tyson Pebisnis Ganja California dan kemungkinan Ekspansinya ke Indonesia, sebagai artikel yang paling banyak di klik di bulan Agustus 2021 di Portalnya anak muda bernama: Beritasenator.com

Catatan Tengah: Dr Anang Iskandar SH, MH

Penulis adalah Komisaris Jenderal Polisi Dr. Anang Iskandar, S.H., M.H.  Seorang Purnawirawan perwira tinggi Polri, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).

Aktivis anti narkoba yang  berpengalaman dalam bidang reserse.  Penulis buku kelahiran 18 Mei 1958 ini memang rajin menulis dan mengedukasi, meliterasi masyarakat. Khususnya di bidang cegah narkoba dan bagaimana jika seseorang sudah kena narkoba, harus di rehabilitasi bukan di penjara.

Tulisannya selalu viral, di share bukan saja oleh Anang ke jaringannya. Tapi, aktivis anti narkoba juga men-share agar tulisan itu bisa menjadi referensi. Tulisan mengenai Ganja juga demikian. Saling sharing terus terus terjadi, untuk mengetahui apa yang sejatinya terjadi dari daun ganja di Indonesia.

Anang menulis, masyarakat Indonesia tidak boleh terkecoh dengan dramatisasi bisnis ganjanya Mike Tyson pensiunan petinju terkenal, yang kemudian menjalani peran sebagai bintang film, dan pembicara publik dan terakhir diceritakan sebagai pembisnis sukses ganja di California.

Akhir akhir ini, kesuksesan Mike Tyson dilaporkan oleh beberapa media di Indonesia, mengutip The Sun, 20 Agustus 1019 bahwa Tyson mendapatkan penghasilan Rp 10 miliar perbulan dari bisnis ganjanya di California.

Di negara bagian Amerika Serikat itu, disana ganja dilegalkan.

Motivasi bisnis ganja Tyson tersebut, ternyata bukan menjual ganja untuk semata mata mendapatkan uang tetapi melakukan riset.

Tujuannya mendapatkan senyawa ganja seperti THC (Tetrahydrocannabinol).dan CBD (Cannabidiol) berkualitas untuk bisa menekan ganguan psikosis atau kelainan kejiwaan yang ditandai dengan kegelisahan, paranoia dan halusinasi.

Berdasarkan pengalaman pribadinya, tubuhnya mengalami keausan karena bertarung selama 20 tahun, dia memiliki 2 operasi dan menggunakan ganja untuk menekan saraf, itu akan menghilangkan rasa sakit dimana sebelumnya dokter memberiku opium dan itu membuatku kacau.

Baca juga :  Dr. Pratama Persadha Chairman CISSReC Tentang Supersapps Perlu Perhatian Khusus

Aturan ganja di Amerika dan di California

Aturan ganja di Amerika mengalami pasang surut, sejak tahun 1950 UU federal menetapkan pelanggaran terhadap terkait ganja wajib diberikan hukuman, baik penyalah guna maupun pengedarnya

Tahun 1970, kongres mencabut sebagian besar hukuman terkait narkotika, khususnya terkait penyalah gunanya.

Tahun 1972, Komisi shafer yang ditunjuk Presiden Nixon atas arahan Kongres, mempertimbangkan UU mengenai ganja dan menetapkan bahwa penggunaan ganja untuk keperluan pribadi harus didekriminalisasi.

Dan, Nixon menolak rekomendasi tersebut, tetapi sebelas negara bagian mendekriminalisasi penyalah guna ganja dan mengurangi hukuman bagi pengedarnya.

Namun pada tahun 1976, terjadi gerakan orang tua melawan ganja dimulai dan berperan penting sikap publik yang mengarah pada “War on Drugs”.

Hukuman diberlakukan kembali terkait pelanggaran penyalah gunaan narkotika dan mengharuskan pengedar sebagai residivis dihukum seumur hidup, yang berlaku sampai sekarang.

Namun, pada tahun 1996, timbul ketegangan hukum dalam negara federal tersebut, ketika Pemerintah Negara bagian California mengeluarkan proposisi no 215 tahun 1996 yang memungkinkan penjualan dan penggunaan ganja untuk kepentingan terbatas bagi pasien dengan AIDS, kangker dan penyakit serius lainnya.

Di sana, UU Federal mengkriminalkan ganja sedangkan Proposisi Negara bagian California mengijinkan penggunaan ganja untuk keperluan terbatas tersebut.

Atas dasar proposisi no 215 tahun 1996 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Negara bagian California yang secara terbatas untuk kepentingan tersebut.

Kemudian Mike Tison memulai usaha bisnis ganja di California untuk tujuan penelitian, untuk kepentingan kesehatan khususnya dalan membuat obat bagi penderita sakit atau pasien dengan AIDS, kangker dan penyakit serius lainnya.

Tyson hanya bisa berbisnis ganja dengan tujuan secara terbatas di California, bisnis itulah yang dipublikasikan di Indonesia bahwa Tyson sukses berbisnis ganja di California yang meraih keuntungan hingga Rp 10 M perbulan.

Baca juga :  Kode Keras Jokowi Pasangkan Prabowo Ganjar, Klik Ini

Aturan Ganja di Indonesia

Ganja di indonesia masuk dalam yuridiksi hukum pidana, dilarang dimiliki dan dikonsumsi untuk kepentingan pribadi, diatur dalam UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, ganja terdaftar dalam narkotika golongan 1 , yaitu golongan paling berbahaya.

Pada bulan nopember 2020 UNODC telah menurunkan klasifikasi ganja dari golongan paling berbahaya.

Artinya ganja tetap dilarang diseluruh dunia, hanya saja sekarang seluruh negara dapat mengijinkan dilakukan penelitian untuk kepentingan kesehatan, ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Sampai sekarang, perubahan atas golongan ganja di Indonesia belum dilaksanakan, tergantung dari bagaimana pemerintah menyikapi perubahan tersebut.

Perubahan klasifikasi posisi ganja dalam UU narkotika di indonesia, termasuk yuridiksi hukum Indonesia, itu sebabnya tidak serta merta Indonesia mengikuti keputusan UNODC. Klasifikasi ganja dalam UU narkotika dirubah, nggak apa apa, tidak dirubah juga tidak apa apa.

Ada untung dan ruginya bila mengikuti apa yang diputuskan oleh UNODC tentang penurunan klasifikasi ganja.

Keuntungannya, bila klasifikasi ganja diturunkan masuk dalam golongan lebih rendah adalah perusahaan farmasi Indonesia atau fihak lain dapat melakukan penelitian ganja atas ijin pemerintah, apabila ternyata ada manfaatnya untuk kepentingan kesehatan, bisa ditindak lanjuti untuk diproduksi obat berasal dari ganja.

Bila tidak merubah klasifikasi ganja, juga tidak masalah, hanya saja industri farmasi atau fihak yang ingin melakukan penelitian tentang kemanfaatan ganja di indonesia menjadi tertutup, dan industri farmasi indonesia dalam pemanfaatan ganja untuk kepentingan obat menjadi ketinggalan.

Makin lama dirubah, makin jauh tertinggal dengan negara seperti Australia dan Amerika serta beberapa negara lain yang sudah membuka diri untuk perusahaan farmasinya melakukan penelitian, khususnya tentang kemanfaatan ganja dan rencana produksi obat dengan bahan ganja.

Ganja memang jenis narkotika yang unik, kalau heroin adalah opioid dan kokain adalah stimulan sedangkan ganja tidak masuk dalam kedua katagori tersebut karena ganja dapat menekan (depresan) menggairahkan (stimulan) dan merusak sistem saraf (halusinogen).

Baca juga :  Catatan Syalomitha Hukom Tentang Krisis yang Diabaikan: Kurangnya Visi Bencana dalam Kampanye Presiden Indonesia

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Psychology of Addictive Behaviors menemukan effek depresan bahwa mahasiswa yang berpartisipasi sering menggunakan ganja untuk mengatasi kecemasan meskipun.

Hasilnya?

Memang bisa mengurangi kecemasan tetapi ganja menyebabkan masalah lain yang mempengaruhi keberhasilan akademik mereka, seperti penundaan dan penurunan produktivitas.

Dalam studi, oleh para peneliti di Arizona State University menemukan effek halusinogen bahwa remaja yang menggunakan ganja setidaknya seminggu sekali berada pada peningkatan resiko mengalami paranoia dan halusinasi.

Gejala ini bahkan terjadi setelah berhenti menggunakan ganja.

Sebuah studi pada tahun 2014 yang diterbitkan dalam jurnal BMC Psychiatry menemukan hukungan antara penggunaan ganja dan kecemasan diantara individu dengan riwayat penggunaan ganja.

Ganja mengandung senyawa gado gado yang unik, berdampak depresan, stimulan dan halusinogen membuat para penyalah gunanya sulit untuk disembuhkan dan dipulihkan.

Itu sebabnya ganja dilarang dikonsumsi, atau disalahgunakan di Indonesia karena jangka panjang bisa membahayakan secara fisik maupun pyikis.

Itu pula kenapa penyalah guna sebagai ODKG (Orang Dengan Ketergantungan Ganja) dilarang (127/1), tetapi diwajibkan menjalani rehabilitasi (pasal 54) atau diproses secara restorative justice (pasal 127/2).

Dan hakim diberi kewenangan (pasal 103) dapat menghukum rehabilitasi ODKG yang terbukti bersalah dan menetapkan ODKG yang tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

Dimana tempat menjalani hukumannya di Rumah sakit atau Lembaga Rehabilitasi yang ditunjuk pemerintah.

Sampai sekarang ini, perusahaan farmasi Indonesia termasuk perusahaan Tyson tidak mungkin melakukan bisnis secara terbatas untuk kepentingan penelitian karena UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, masih melarang ganja untuk dilakukan penelitian (pasal 6)

Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya.

Klik: Beritasenator.com

Tinggalkan Balasan