Motivation Daily, Menjadi Individu Yang Kreatif

Oleh: Haryo Die Hard

MATRANEWS.id – Jeff Dyer, Profesor strategi dari Brigham Young University; Hal Gregersen, Profesor kepemimpinan dari INSEAD; dan Clayton M. Christensen, Profesor administrasi bisnis di Harvard Business School; saling bekerjasama dalam merumuskan faktor yang menjadi kunci sukses para inovator dunia.

Khusus bagi Christensen, buku The Innovator’s DNA: Mastering the Five Skills of Disruptive Innovators

https://www.amazon.com/Innovators-DNA-Mastering-Skills-Disruptive/dp/1422134814 melanjutkan kesuksesan bukunya terdahulu yang fenomenal, ”The Innovator’s Dilemma”.

Mereka meyakini bahwa setiap individu mampu menjadi seorang inovator yang berhasil jika memiliki lima buah kebiasaan kreatif; yaitu associating, questioning, observing, networking, dan experimenting.

Lima kebiasaan itu didapat dengan cara melakukan identifikasi pada perilaku para pemimpin perusahaan inovatif kelas dunia; mulai dari Steve Jobs di Apple, Jeff Bezos di Amazon, hingga Sir Richard Branson dengan Virgin Group-nya.

Lima kebiasaan yang diibaratkan melekat pada DNA para inovator tersebut inilah yang membedakan seorang pemimpin inovatif dengan pemimpin biasa.

Kabar baiknya adalah kelima kebiasaan tersebut bukanlah kebiasaan yang diturunkan secara genetis, melainkan murni perilaku yang bisa dipelajari dan dilatih.

Artinya jika kita merubah perilaku kita, maka kitapun mampu menjadi individu yang kreatif.

Jika kreativitas bisa dilatih dan tidak diturunkan secara genetis, maka bagaimana para inovator ini menemukan ide yang disruptive?

Ide yang mengejutkan, brilian, sekaligus berbeda dari yang lain? Maka para inovator ini mengandalkan pada kemampuan dan kebiasaan mereka, yaitu:

Pertama: Associating

Kebiasaan berpikir asosiatif ini adalah kemampuan para inovator dalam menghubungkan berbagai pertanyaan, masalah, dan ide yang berkecamuk di dalam pikiran mereka.

Para inovator mampu menghubungkan berbagai hal dari berbagai disiplin ilmu untuk menghasilkan sebuah ide yang kreatif, sebagaimana Steve Jobs mengatakan bahwa creativity is connecting things, kreativitas adalah menghubungkan berbagai hal.

Bagaimana cara melatih kemampuan asosiasi kita?

Proses berbagi pengetahuan merupakan aktivitas yang disarankan untuk selalu mendapatkan ide baru, karena itu situs TEDx direkomendasikan untuk selalu mendapatkan ide baru yang unik dan belum pernah terpikirkan sebelumnya.

Semakin banyak ide-ide baru yang didapat, maka semakin banyak asosiasi ide yang bisa kita bangun dalam pikiran kita.

Proses ini disebut sebagai Lego Thinking, mengacu pada anak kecil yang gemar mengumpulkan berbagai balok permainan Lego.

Semakin banyak balok yang mereka kumpulkan, maka semakin inovatif struktur bangunan Lego yang mampu mereka buat.

Kedua: Questioning

Inovator mengajukan banyak pertanyaan untuk memahami suatu hal. Mereka mengabaikan pertanyaan yang biasa dan standar, mereka mengajukan pertanyaan yang gila, menantang, sekaligus provokatif.

Mantan CEO P&G, A.G. Lafley, dikenal sebagai pemimpin bisnis yang gemar mengajukan banyak pertanyaan yang aneh dan tidak umum. Namun tentu saja, mengajukan pertanyaan yang aneh bukan perkara yang mudah.

Dua hal yang kerap kali menghambat kita untuk mengajukan pertanyaan yang provokatif adalah ketakutan untuk terlihat bodoh dan keengganan untuk dianggap tidak kooperatif.

Lebih baik diam daripada bertanya untuk kemudian ditertawakan. Maka kemampuan bertanya ini harus dilatih, diantaranya dengan mengadakan sesi QuestionStorming.

Jika kita mengenal sesi brainstorming sebagai proses untuk mencari solusi, maka QuestionStorming adalah sesi untuk mengajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya atas sebuah masalah.

Ketiga: Observing

Seorang Inovator adalah observer sejati.

Dia tidak hanya mengamati peristiwa, namun juga menjadi pengamat atas hal-hal yang tidak eksplisit; seperti hubungan emosi antar manusia, ide-ide yang berkembang, dan informasi yang beredar.

Proses kelahiran mobil paling murah sedunia, Tata Nano, pada tahun 2009 tidak lepas dari kemampuan observasi sang CEO Tata Group, Ratan Tata.

Pada suatu sore yang hujan di tahun 2003, Ratan Tata tidak sengaja mengamati sebuah keluarga kelas bawah di Mumbai yang mengendarai skuter dalam kondisi basah kuyup.

Peristiwa inilah yang mengilhami Tata dalam memproduksi mobil yang mampu dijangkau oleh masyarakat kelas bawah.

Keempat: Networking

Tidak seperti kalangan eksekutif yang membangun jaringan untuk memperoleh akses ataupun menjual produknya, maka inovator membangun jaringan untuk sebuah tujuan sederhana, memperkaya pengetahuan mereka.

Inilah kemampuan innovator yang keempat, membangun jaringan.

Pada tahun 1987, Michael Lazaridis menghadiri sebuah pameran perdagangan untuk mendapatkan ide baru bagi perusahaan yang baru dibentuknya.

Di situ ia menyaksikan presentasi DoCoMo dalam mengembangkan sistem nirkabel bagi mesin penjual Coca Cola yang secara otomatis akan mengirimkan sinyal ketika stok mesin tersebut hampir habis.

Lazaridis kemudian mendapatkan ide agar perusahaannya fokus pada teknologi pengiriman data secara nirkabel. Kini kita menyaksikan bagaimana perusahaannya menjadi salah satu pemain penting dalam industri telekomunikasi dunia.

Betul, Lazaridis adalah pendiri Research In Motion dengan Blackberry-nya yang fenomenal.

Kelima: Experimenting

Berbeda dengan para peneliti yang melakukan eksperimen di dalam laboratorium, maka para inovator bisnis melakukan eksperimen di dunia nyata yang sesungguhnya.

Eksperimen bermanfaat bagi para inovator untuk mendapatkan data, sekaligus melihat bagaimana ide-ide mereka bekerja dan, jika gagal, mencari solusi perbaikan dengan segera.

Melatih kemampuan eksperimen bisa dilakukan antara lain dengan mengembangkan kemampuan baru; seperti mempelajari bahasa asing, yoga, ataupun olahraga baru.

DNA Organisasi yang inovatif ditentukan oleh 3P: People, Processes, dan Philosophies.

People adalah figur penentu dari organisasi inovatif, dalam hal ini biasanya adalah pendiri ataupun sang CEO.

Processes adalah budaya organisasi yang merefleksikan perilaku dan kebiasaan pemimpin yang inovatif. Perilaku inovatif pemimpin ini yang akhirnya menjadi budaya organisasi inovatif.

Philosophies adalah filosofi organisasi dalam menduplikasikan DNA inovator kepada setiap anggota organisasi. Setiap anggota organisasi akan memiliki filosofi untuk selalu mendobrak status quo dan tidak takut mengambil resiko.

Keistimewaan buku ini disusun melalui riset kolaboratif selama 8 tahun yang melibatkan lebih dari 100 pemimpin perusahaan inovatif dunia untuk merumuskan apa itu DNA inovator.

Metodologi riset yang kuat semakin mendukung teori yang diajukan oleh para ahli di dalam buku ini.

Bahkan, riset mengenai DNA inovator ini meraih posisi runner-up pada Harvard Business Review McKinsey Award di tahun 2009.

Kelebihan lainnya adalah buku ini menyediakan beberapa alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur DNA inovator, baik pada level individu maupun korporasi.#SEMANGATINOVASI

BACA JUGA:  majalah MATRA edisi Juni 2022, klik ini

Tinggalkan Balasan