viral  

Pasca Pecah Kongsi Dahlan Iskan versus Goenawan Mohamad

Pasca Pecah Kongsi Dahlan Iskan versus Goenawan Mohamad

MATRANEWS.id repost cowasjp, koncolawas. Sinopsis Buku Konflik Jawa Pos

Pasca Pecah Kongsi Dahlan Iskan versus Goenawan Mohamad

Bismillahir rahmanir rahim.

Telah terbit buku independen berjudul ‘Konflik Jawa Pos, Pasca Pecah Kongsi Dahlan Iskan versus Goenawan Mohamad’ karya Bahari, mantan wartawan Jawa Pos.

Buku cukup tebal. Hampir 1500 halaman. Tepatnya 1465. Beratnya sekitar 1800 gram atau 1,8 kilogram.

Supaya enak dibaca isi buku dibagi tiga. Buku 1 berisi 558 halaman, buku 2 sebanyak 437 halaman. Dan, buku 3 terdiri 470 halaman.

Karena isinya saling terkait satu buku dengan buku lainnya, maka buku dijual satu  paket berisi tiga buku. Makanya, ketiga buku wajib dibaca agar tidak salah paham wk.. wk..

Buku ini digarap penulis secara independen. Wawancara sendiri, ditulis sendiri, dieditori, diredakturi sendiri karena tidak mampu membayar editor.

Juga tidak pakai copy editor. Pokoknya dikerjakan sendiri, digarap sak karepe dhewe (semaunya sendiri). Makanya kalau banyak typonya harap dimaklumi he.. he.

Tidak ada deadline, tidak ada redaktur yang obrak obrak harus selesai kapan. Seperti  saat jadi wartawan dulu. Pokoknya,  ditulis dengan hati dan perasaan riang.

Meski wawancara sendiri, ditulis sendiri, di-editori sendiri sejatinya secara tidak langsung beberapa senior Jawa  Pos  jadi mentor penulis.

Sebut saja Suhu atau Slamet Oerip  Prihadi, Cak Fu sapaan Fuad Ariyanto, Cak Amu panggilan Abdul Muis. Selain ketiganya pernah jadi redaktur penulis di kompartemen olahraga. Dikoordinatori SOP inisial Suhu, kompartemen olahraga sangat guyub. Rapat di kantin sambil rokok’an hal biasa. Padahal masalah yang dibahas serius.

Kompartemen olahraga adalah cikal bakal keluarga kecil penulis yang amat menyenangkan  di rumah besar bernama JP (Jawa Pos).

Mereka juga jadi narasumber buku ini.

Penulis juga kerap diskusi dengan mereka soal apa saja termasuk soal buku.

Cak Fu September 2021 mendadak terserang stroke. Tangan dan kaki kirinya sulit digerakkan. Tetap semangat senior. Moga Gusti Allah segera mengangkat penyakit Cak Fu. Amin…

Begitu juga dengan Cak Abror –Dhimam Abror Djuraid, Mas  Didiek Pudji Yuwono dan Cak Sol atau Solichin M Awi.

BACA JUGA: Semua Lini Bergolak, Ada yang Menangis Lantas Menendang

Selain jadi narasumber, penulis kerap diskusi dengan mereka soal apa saja, termasuk buku ini. Selain senior, mereka juga pengalaman nulis  buku.

Cak Abror lah yang menolong penulis masuk JP dari Cenderawasih Pos di belantara Irian Jaya kini Papua.

Mas Didiek yang kali pertama menugasi penulis ke Aceh saat provinsi itu masih berstatus Daerah Operasi Militer (DOM) tahun 2000. Penulis tiga kali blusukan ke Aceh Nangroe Darussalam.

Dengan Cak Sol, penulis sudah kenal saat masih sama sama di JPNN sejak 1996 silam. Cak Sol yang mengarahkan, menggawangi halaman nasional JP saat penulis ditugaskan ke Kabul, Afghanistan Desember 2001. Sampai kini penulis berteman terus dengan Cak Sol.

Tidak ada penyandang dana dari luar apalagi dari  pihak atau kelompok yang bertikai dalam pembuatan buku ini. Semua pendanaan dilakukan mandiri oleh penulis.

Buku digarap cukup lama. Hampir empat tahun sejak akhir 2017. Setelah merampungkan Buku “Azrul Ananda Dipuja Dan Dicibir….” Hanya saja Buku “Konflik Jawa Pos” dikerjakan kalau penulis lagi menganggur. Kalau ada pekerjaan lain ya.. ditinggal dulu.

Makanya, di sela sela pengerjaan buku ‘Konflik Jawa Pos’ ini penulis bersama Farouk Arnas berhasil menyelesaikan buku berjudul ‘Polisi, Toleransi & Harmoni, Dari Nganjuk Untuk Indonesia’.

Dengan Suhu alias Slamet Oerip Prihadi, penulis bisa menuntaskan buku berjudul: Cak Jarwo Eling Konco Mlarat, Tukang Cetak Jawa Pos Jadi Miliarder’

Sebenarnya buku Konflik Jawa Pos sudah kelar sejak Juni 2021,  tapi cari penyandang dana independen  untuk cetak buku sulitnya bukan main.  Eh.. mendadak ada kawan menghuhungi penulis. “Ini ada uang tabungan sedikit Pak Bari. Rencananya untuk beli laptop anak. Tapi, sampeyan pakai cetak buku dulu. Sayang kalau buku sampeyan sudah jadi tak segera dicetak. Eman, sayang,” kata kawan tadi.

Penulis tertegun. Setengah tak percaya. Selama ini penulis mendekati kawan kawan yang kelebihan rejeki. Tapi, semuanya bergeming dengan beragam alasan. Eh..ini ada kawan yang nasibnya tak jauh dari penulis kok justru tergerak membantu.

Doa penulis terkabul. Rejeki datang dari arah yang tidak disangka sangka. Seperti dijanjikan Sang Khalik. Alhamdulillah. Matur nuwun Gusti Allah.

Terima kasih kawan kebaikanmu terpatri di lubuk hati paling dalam. Tak terlupakan. Karena uluran tanganmu buku ini bisa tersaji ke pembaca.

DIPICU URUSAN PERUT

Perseteruan Dahlan  Iskan (Dis) dkk versus Goenawan Mohamad (GM) dkk tak jauh dari soal urusan perut. Uang dan kekuasaan.

Semula hubungan Dis dan GM sangat sangat mesra. Satu sama lain saling mengagumi. Dis saat jadi orang daerah, koresponden majalah Tempo di Samarinda, Kaltim begitu takjub, kagum pada nama besar GM sebagai budayawan dan Pimred majalah Tempo.

Sebaliknya GM memuji setinggi langit Dis saat berhasil mereportase tenggelamnya KM Tampo Mas di perairan Masalembo,  Sumenep, Madura tapi lebih dekat ke perairan Sulawesi Selatan akhir 1981.

bahari2.jpgGoenawan Mohamad (kiri) dan Bahari (penulis). (FOTO: Buku Bahari)

Makanya,  korban dan penumpang selamat dibawa ke Makassar. Saat itu Dis menjadi Kepala Biro Tempo Jatim berkedudukan di Surabaya.

April 1982 saat PT Graffiti Pers  yang menerbitkan majalah Tempo membeli Jawa Pos, Eric Samola sebagai Dirut Grafiti menunjuk Dis sebagai Pimred JP.

Bekerja tanpa lelah Dis dkk berhasil menyalip raja koran Surabaya: ‘Surabaya Post’ hanya dalam waktu empat tahun.

Tahun 1986 oplah JP sudah tembus 100 ribu. JP kian besar dan menggeliat, terus berekspansi. Mengambil koran daerah yang bangkrut, mendirikan koran baru di pelosok Nusantara.

DIS ANGSA EMAS GM DKK

Laba JP seharusnya dinikmati  karyawan dipakai Dis membangun koran daerah. Terus tanpa henti. Giliran koran daerah untung para karyawan perintis JP Kembang Jepun banyak yang memasuki masa pensiun.

Makanya, Cik Lan atau Lanny Kusumawati Kepala Keuangan JP saat itu sempat mengeluh ke Dis dan menyarankan sebaiknya ekspansi JP Group distop dulu.

Cik Lan tahu persis kondisi keuangan JP karena uangnya tersedot membangun koran daerah.

Cik Lan harus pontang panting mencari uang untuk bayar bunga ke bank imbas mendirikan anak perusahaan.

Apa tanggapan Dis? “Ngomong apa kamu? Tak pecat kamu nanti kalau ngomong itu lagi, ”  hardik Dis seperti ditirukan senior JP angkatan Kembang Jepun. Cik Lan pun terdiam.

Akhirnya yang menikmati deviden koran daerah karyawan baru JP dan pemegang saham GM dkk.

Dis dianggap GM dkk sebagai angsa emas. Itu karena Dis berhasil mengembangkan JP dari koran sekarat beroplah 6800. Itu pun yang laku terjual hanya seribu eksemplar.

Tak dinyana JP di kemudian hari menjadi imperium. Beranak pinak  ratusan media massa dan puluhan tv lokal.

Pada gilirannya imperium JP yang membentang dari Sabang sampai Merauke itu mendatangkan pundi pundi keuangan bagi pemegang saham GM dkk.

Makanya, GM sangat membela Dis karena dianggap angsa emas.

Saat Dhimam Abror Djuraid mempersoalkan dana sumbangan pembaca untuk korban tsunami Maumere, NTT yang dikelola JP diduga bermasalah. Dis pasang badan untuk Nany Wijaya sebagai penanggungjawab penyaluran sumbangan ke korban tsunami.

Saat Abror melapor ke  GM, terjadi debat sengit. GM bukannya mengusut justru menyalahkan Abror karena langkahnya dinilai membahayakan JP.

Konon GM meminta Dis memecat Abror. Tapi, Dis menolak karena Abror dianggap kader  potensial JP. Makanya, Abror mempertanyakan integritas GM karena enggan mengusut dugaan penyimpangan yang melibatkan oknum JP.

Pundi pundi yang diterima GM dan  Fikri Jupri dari JP tak urung menyulut kecemburuan di kalangan internal  karyawan perintis, pendiri Tempo  berjumlah 17 orang.

Baca juga :  Tanaman Kina Terbukti Manjur Sembuhkan Malaria, Bisa Untuk Sembuhkan Virus Corona Juga?

Sama sama pendiri Tempo tapi hanya GM dan FJ yang menerima deviden JP. Kekecewaan karyawan pendiri Tempo ini menjadi salah satu pemicu Syu’ba Asa dkk eksodus dari Tempo.

Mereka mendirikan majalah  Editor. (Baca: Bermula Perusahaan Awang Awang di buku 3).

Dis dkk di Surabaya juga sangat  memanjakan pemegang saham JP  Jakarta GM dkk.

Kata Abror,  Dis sudah  cukup berbakti kepada GM dkk. Sudah 30 tahun Dis jadi angsa emas GM dkk.

Tiap tahun Dis setor deviden miliaran rupiah ke GM dkk.

Bahkan meski deviden belum waktunya cair, ada saja pemegang saham ngebon dulu. Entah Rp 300 juta, atau Rp 400 juta. Nanti akan dipotongkan deviden yang akan mereka terima. Dan, itu selalu dipenuhi Dis dkk.

Puncaknya saat Tempo dibredel 1994 bersama Detik dan Editor.

JP saat itu menyelamatkan para wartawan Tempo. Abror yang saat itu Redpel JP ditugasi menempatkan Kelik Nugroho  di Philippina, Bina Bektiati di Australia dan wartawan Tempo lainnya di manca negara. “Seiji Okawa kontributor Tempo di Tokyo yang mbayari juga JP. ”

Meski begitu GM tak pernah sekali pun berterimakasih kepada JP. Terlebih kepada Dis.

“Makanya, lunas sudah utang budi Dis pada GM,” ujar  mantan Pimred JP Dhimam Abror Djuraid. (Baca Wawancara Abror di Buku 2).

Maksum, senior JP ikut menyesalkan perlakuan pemegang saham GM dkk yang kurang manusiawi terhadap Dis yang berjasa besar dalam membangun JP Group. “Itu sangat tidak etis,”  kata Maksum.

Pak Dahlan, kata Maksum, begitu loyal, hormat, tawadlu terhadap para seniornya orang orang Tempo, GM dkk. Kalau ada RUPS di Surabaya, Pak Dahlan rela menyetir sendiri, menjemput tamunya orang Tempo dan pemegang saham ke Bandara. “Kalau sekarang Pak Dahlan diperlakukan tidak patut,  apa kesalahannya? Saya tidak habis pikir, ” kata Maksum. (Baca: wawancara Maksum di buku 2)

“Saya marah dan terluka melihat Pak Dahlan-Azrul diperlakukan seperti saat ini. Seperti orang membonceng ketenaran dan kebesaran JP.  Tanpa Pak Dahlan JP Group tidak akan tumbuh menjadi media group besar, ” ingat Nany Wijaya.

“Makanya, saya marah dan sedih melihat perlakuan JP terhadap Pak Dahlan, ”  tambah Nany. (Baca Wawancara Nany Wijaya di Buku 2)

PERANG TERBUKA DIS vs GM

Seiring makmurnya JP, hubungan Dis dkk di Surabaya dan pemegang saham Jakarta GM dkk mulai bergejolak.

Orang orang Surabaya, Dis dkk beranggapan yang bekerja keras mereka tapi orang Jakarta GM Dkk yang menikmati.

“Karena uang orang bisa bersahabat. Karena fulus pula mereka bisa berkelahi. Perseteruan  Dis v GM dkk saat ini tak jauh dari soal itu. Urusan kekuasaan dan  uang, ” kata senior JP Didiek Pudji Yuwono.

Sejak itu Dis dkk mendirikan Group Radar yang membentang dari Bali sampai Jogjakarta.

Juga beragam perusahaan. Perhotelan, perkebunan, pabrik kertas, pertambakan, listrik sampai biro travel haji-umroh.

Ada yang berjaya, sebagian gulung tikar.

Dis dkk juga ingin bagian lezat kue JP yang selama ini hanya dinikmati pemegang saham orang Jakarta GM dkk.

Sejak itu terjadi perang dingin Dis dkk dengan GM dkk di pihak lainnya. Di mana di kemudian hari menjadi perang terbuka seperti sekarang.

Sebaliknya kubu pemegang saham JP Jakarta GM dkk menuding Dis dkk menghalangi masuknya anak anak pemegang saham JP Jakarta yang ingin berkarir di JP.

Mereka diharuskan magang dulu di anak perusahaan JP.

Hanya Maesa Samola, anak mendiang Eric Samola yang diberi kesempatan gabung JTV Surabaya. Itu pun Maesa harus merintis kariernya dari bawah. Harus terjun ke lapangan dan ikut menggulung kabel saat ada acara JTV.

Kini Maesa jadi Dirut JTV dan salah satu direktur JP Holding.

Pemegang saham Jakarta, GM dkk kian jengah dengan tindak tanduk Dis dkk yang mengelola JP seperti perusahaan sendiri.

bahari1.jpg

Dis menyiapkan anak lanangnya Azrul Ananda menjadi ahli warisnya di JP Group.

Dis tak peduli itu menabrak aturan JP yang tertuang dalam buku saku.

Salah satunya dilarang kolusi, korupsi, nepotisme (KKN).

Almarhum Husnun Djuraid kakak kandung Abror harus keluar dari JP bergabung Malang Pos karena tidak  boleh dua bersaudara bekerja dalam satu perusahaan JP.

Tapi Dis tak ambil pusing soal buku saku. Siapa berani menghalangi, tidak setuju Azrul diorbitkan akan disikat Dis.

Salah satu korbannya Dhimam Arbor Djuraid, salah satu kader terbaik JP.

Itu buntut kasus Abror mencengkeram krah baju Azrul. Abror yang saat itu Pimred tak tahan dipisuhi (fack…) di depan karyawan oleh Azrul.

Itu puncak kemarahan Abror setelah sebelumnya menerima perlakuan kurang hormat dari Azrul.

Salah satunya keranjang sampah ditaruh Azrul di meja Abror sebagai sindiran berita halaman satu yang digarap Abror dkk tak lebih sampah.

Azrul juga kurang hormat pada senior. Memanggil Abror hanya ngoko. Tidak pakai Mas, Cak apalagi Bapak. Bahkan nama Abror diplesetkan Mr Error (baca Buku Azrul Ananda Dipuja dan Dicibir….Juga Baca Wawancara Abror di buku 2.). Tapi, Abror masih bisa bersabar karena masih melihat, menghargai Dis, abahnya Azrul.

Abror memang tidak sreg Azrul di JP. Apalagi kompartemen DetEksi dibawah Azrul isi beritanya dinilai para senior agak “menyimpang” dari jurnalistik mainstream.

Makanya, Abror kurang mengakomodasi usulan,  permintaan Azrul agar JP mengakomodasi berita anak muda. Alsannya, itu  dianggap keluar dari pakem jurnalistik.

Abror yang dikenal lurus dan idialis tak peduli meski Azrul anak lanang Dis. Abror tahu persis resikonya atas sikapnya.

Sejak itu Abror dan Azrul terlibat perang dingin. Saling provokasi.

Nah, kejadian cengkeraman baju itu dipakai Dis mendepak Abror dari JP. Dibuang jadi Direktur Radar Timur. Tak lama kemudian Abror hengkang dari JP Group. Jadi Pimred Suara Indonesia, Pimred Harian Surya dan Pimred Surabaya Post.

Sururi Alfaruk Kepala Biro JP Jakarta yang dianggap segaris dengan

Abror ikut dipinggirkan. Sururi akhirnya hengkang ke Warta Kota, kelompok Kompas Gramedia Group. Kini, Sururi berlabuh di Sindo Group milik Haritanoe Soedibyo.

DIKHIANATI PARA BRUTUS

Dis juga mengorbitkan orang orang dekatnya untuk menempati jabatan strategis di JP Group. Di antaranya,  Nany Wijaya, Zainal Muttaqien,  Ratna Dewi Wonoatmodjo atau Cik Wenny sampai yang tidak masuk akal. Yakni, Leak Kustiya seorang desain grafis diorbitkan Dis jadi Pimred JP.

Mungkin ini satu satunya koran di dunia orang yang bukan berlatar belakang wartawan jadi Pimred koran sebesar JP.

Dis beranggapan sistem JP sudah jalan. “Jadi siapa pun Pimred-nya tidak masalah. Zainal Abidin Sego (penarik dan pengirim berita JP  ke anak perusahaan) jadi Pimred pun tidak masalah,” kata Dis suatu ketika seperti didengar Didiek Pudji Yuwono.

Terbukti di kemudian hari hipotesis Dis itu keliru besar.

Pengangkatan Leak jadi Pimred JP di kemudian hari diprotes secara terbuka saat 25 redaktur JP menemui Dis di rumahnya Sakura Regency.

Tapi, Dis berkelit, “Itu bukan saya yang pilih, tapi Azrul, ” kilah Dis.

Tapi, banyak Redaktur tidak percaya klaim Dis. Kalau benar klaim Dis, tidak mungkin Azrul berani memilih Leak tanpa restu, persetujuan Abahnya.

Dis terkesan cuci tangan atas Leak yang dalam memimpin JP Koran saat ini kinerjanya banyak disorot, dikeluhkan karyawan. (Baca Curhat 25 Redaktur dan Obsesi  Dahlan Iskan Disemayamkan di Graha Pena di buku 1)

Juga banyak kader lainnya yang diorbitkan Dis tapi sebagian justru jadi pengkhianat, membokongi Dis saat  kekuasaanya dipreteli dari JP.

bahari3.jpg

Hanya Margiono yang lepas dari bayang  bayang Dis.  Mg inisial Margiono mempertaruhkan reputasinya saat mengelola Harian Merdeka Jakarta yang berubah Rakyat Merdeka.

Baca juga :  Presiden: Aparat Harus Tegas dan Santun

Mg berhasil menyulap Rakyat Merdeka sebagai koran paling wani di ibu Kota. Akhirnya, Mg berhasil mengerek namanya di Jakarta. Lepas dari bayang bayang Dis.

Moncernya Rakyat Merdeka di Jakarta ikut mengibarkan nama JP yang sebelumnya kurang dikenal di Jakarta.

Kembali Dis mengelola JP Group seperti perusahaan sendiri. Padahal, Dis hanya punya saham 10,20 persen. Itu pun separohnya hasil bancaan saham karyawan 20 persen.

GM dkk juga ikut kecipratan saham karyawan.

Perseteruan Dis dkk v GM dkk kian sengit menjurus perang terbuka.

Kejumudan GM dkk terhadap Dis dkk mendapat momentum saat JP Koran yang dinahkodai Azrul Ananda,  anak lanang Dis labanya menurun sejak 2015 sampai 2017.

Alasan itu yang dipakai pemegang saham Jakarta GM dkk menyingkirkan Azrul dari Dirut JP Koran dalam RUPS LB 24 November 2017 di Surabaya.

Kata Alwi Hamu CEO Fajar Group tidak fair merosotnya laba JP Koran hanya ditimpakan kepada Dirut JP Koran Azrul seorang diri. “Semua direktur harus tanggung renteng. Karena perusahaan dikelola secara kolektif, ” kata Alwi Hamu. (Baca: Alwi: GM dkk Tidak Berkeringat di Buku 2)

Ironisnya Leak Kustiya yang seharusnya ikut tanggungjawab karena jadi salah satu wakil direktur malah diangkat jadi Dirut JP Koran.

Ini baiknya Azrul meski dikorbankan, dicopot dari Dirut JP Koran, Azrul tentu sepengetahuan dan restu Abahnya Dahlan malah merekomendasikan Leak Kustiya yang karirnya diorbitkan keluarga Sakura, merujuk rumah Dis di Sakura Regency menjadi Dirut JP Koran.  Menggantikan Azrul.

Pertama, guna menghadang Hidayat Jati jadi Dirut JP Koran. Kedua, keluarga Sakura berharap Leak berhutang budi pada Dis dengan melindungi kepentingan keluarga Sakura. Minimal Leak bersikap netral dalam perang Dis v GM dkk.

Ternyata harapan keluarga Sakura terhadap Leak jauh dari panggang api.

Jangankan netral apalagi membela, Leak justru berada di garis terdepan kubu GM dkk menghadapi perang melawan Dis.

Leak sebagai Dirut JP Koran bahkan yang menandatangani surat penagihan kepada Dis terkait utang Dis yang diklaim JP untuk membangun PLTU Tenggarong, Kaltim senilai Rp 900 miliar. Dan penagihan lainnya.

Makanya, loyalis Dis melebeli Leak sebagai “pengkhianat” yang tidak tahu terima kasih.

Apa reaksi Leak?

“Seingat saya, saya tidak pernah menandatangani penagihan utang PLTU Tenggarong, ” kelit Leak.

Soal cap pengkhianat?

” Ah.. Monggo saja. Saya yakin Pak Dahlan tidak begitu,”  jawab Leak (baca wawancara Leak Kustiya di Buku 1)

DIKRIMINALISASI ANAK BUAH

Sebenarnya operasi penggusuran para loyalis dan orang orangnya Dis dari JP Group sudah berlangsung sejak Juni  2017.

Saat RUPS Juni 2017 di Jakarta,  Nany Wijaya sebagai salah satu direktur JP Holding dicopot tanpa alasan jelas.

Sebagai gantinya Yohannes Hengky Wijaya wakil Grafiti Pers pemegang saham mayoritas JP dalam RUPS sore harinya memaksakan Hidayat Jati, anak lanang GM menjadi Direktur JP Holding.

Tirza Samola wakil Dis di RUPS tersebut menolak Jati masuk jajaran direksi JP. Alasannya, Jati belum pengalaman dan diminta magang dulu di anak group JP.

Hengky menolak dan menantang voting peserta RUPS. Tantangan Hengky tak bersambut.

Peserta rapat klakep. Membisu. Itu karena Hengky mewakili Grafiti Pers sebagai pemegang saham mayoritas JP. Yakni, 49 persen lebih.

Ditambah sokongan pemegang saham GM dkk. Kalau voting kubu Hengky dipastikan menang seribu persen. Sejak itu Hidayat Jati resmi jadi salah satu Direktur JP Holding.

Nany perlu dicopot dari Direktur JP Holding agar tidak menghalangi skenario besar GM dkk mempreteli Dis dan orang orangnya di JP Group.

Nany selama ini dikenal loyalis sejati Dis. Pokoknya, salah benar di belakang Dis.

Lima bulan kemudian, giliran Azrul Ananda anak lanang Dis, dalam RUPS LB 24 November 2017 di Surabaya yang dicopot dari Dirut JP Koran.

Lalu mendadak April 2018  Zainal Muttaqien, salah satu orang kepercayaan Dis mengundurkan diri sebagai Direktur JP Holding. Alasannya, empati, solider terhadap nasib Dis yang membesarkan dirinya.

Tapi, itu hanya bungkus. Sejatinya, kubu Dis sudah berancang ancang menyiapkan perang gerilya di daerah  terhadap kubu GM dkk.

Terbukti setelah Dis dicopot sebagai CEO JP Holding dalam RUPS LB di Surabaya Juli 2018,  kubu Dis yang dikomandani Zam inisial  Zainal Muttaqien langsung bergerilya merebut, mengambilalih beberapa anak perusahaan JP Group. Di antaranya, Radar Timika,  Radar Sorong  dan PT Media Virtual Indonesia (baca: Seru Perebutan Anak Perusahaan JP Daerah di Buku 2).

Sayang Radar Timika dan Radar Sorong yang direbut dengan susah payah 2018 hanya seumur jagung. Terhitung 1 Agustus 2021 kedua Radar tadi harus “ditutup”.

Kabarnya karena terus merugi. Sebagai gantinya kedua  koran Radar tadi hanya terbit on line.

Ini bukti kegagalan orang orang Dis mengelola koran. Tanpa embel embel jaringan JP di belakang mereka, sepertinya berat mengelola koran daerah. Terlebih jaman internet dan masa pandemi corona saat ini.

JP membalas ulah Zam dkk dengan menagih utang ke Dis. Salah satunya utang Dis di PLTU Tenggarong yang diklaim JP senilai Rp 900 miliar termasuk bunganya sekian tahun.

Tapi, orang dekat Dis membantah klaim JP bahwa Dis punya utang Rp 900 millar karena tidak disertai bukti bukti yang valid. “Penagihan itu sifatnya spekulasi karena tidak disertai bukti bukti, ” kata Yamin Hamid, orang yang mengurusi bagian legal Dis.

Ditambahkan orang dekat Dis lainnya. “Tagihan utang sebesar itu ngawur. Pakai uang sendiri dari deviden pribadi Pak Dahlan yang dikumpulkan dari anak perusahaan kok dianggap utang. Itu pencemaran nama baik namanya. Bisa kita gugat balik nanti, ” ancam senior JP tadi.

Deviden Dis sebagai pemegang saham 10, 20 persen pun ditahan karena dianggap punya utang tadi. Kabarnya,  tiga tahun terakhir  Dis harus puasa deviden. Konon kalau cair rata rata bisa Rp 10 sampai Rp 15 miliar setahun.

Dis juga “dihalang halangi” menjual sahamnya 10,20 persen.

Sedikitnya sudah tiga  kali Dis melego sahamnya ke publik tapi selalu berakhir gagal.

Terakhir kabarnya

konglomerat Da’to Tahir tertarik membeli saham Dis. Tapi, pemilik Mayapada Group itu harus mundur teratur setelah diberi tahu kalau saham Dis masih bermasalah.

Itu karena Dis dianggap punya utang Rp 900 miliar untuk pembangunan PLTU Tenggarong, Kaltim.

Soal pencopotan Dis sebagai CEO JP Holding dalam RUPS LB di Graha Pena Surabaya Juli 2018 terkait kriminalisasi Dis yang diduga dilakukan Dirut JP Holding saat itu RD atau Ratna Dewi Wonoatmodjo bisa disapa  Cik Wenny.

RD diduga melaporkan Dis ke pemegang saham GM dkk yang tidak tidak.

Dis dalam suatu kesempatan rapat dengan pemegang saham di Jakarta 2018 yang merupakan rapat terakhir dengan pemegang saham berusaha mengklarifikasi terhadap laporan sepihak RD di hadapan pemegang saham. Diduga soal penggelapan aset.

Sayang RD tidak hadir.

Dis langsung telepon RD. Suara speaker HP sengaja dibesarkan agar pemegang saham GM dkk bisa mendengarkan.

“Wen, saya datang ke rapat ini mau klarifikasi. Anda kok tidak datang. Kamu menyampaikan bla… bla. Soal aset, ” ujar Dahlan seperti dituturkan Tomy C Gutomo salah satu loyalis Dis yang kini jadi Pimred Harian Dis Way. Setelah Taufik Lamade, Direktur DisWay mundur, Tomy menggantikan posisi Lamade.

“Maaf Pak saya nggak bisa datang. Begini.. begini, ” jawab RD yang posisinya di Surabaya.

“Percuma saya klarifikasi kalau yang memberi informasi (melapor ke pemegang saham) tidak datang, ” tukas Dis.

Alwi Hamu rekan dan sahabat Dis membenarkan kalau pencopotan Dis sebagai CEO JP karena ada yang melapor ke almarhum Ciputra dan pemegang saham lainnya soal Pak Dahlan yang tidak tidak. “Pak Dahlan dituduh punya utang untuk membangun PLTU Tenggarong, menggunanakan uang perusahaan untuk pribadi dan tuduhan miring lainnya. Intinya Pak Dahlan dikriminalisasi. Kasihan Pak Dahlan,” aku Alwi.

Baca juga :  Kapolri Jenderal Idham Azis Meminta Maaf Ke Masyarakat

Penulis yang mencegat dua kali RD di Graha Pena Surabaya. Pertama April 2021.Kedua, Mei 2021.

Saat ditanya apa sebenarnya yang dilaporkan RD ke pemegang saham soal Dis? RD enggan menjawab.

RD terus melangkahkan kaki dengan cepat begitu turun dari mobilnya di  lobby Graha Pena menuju lift lantai satu sampai masuk ruang kerjanya di lantai 4.

Penulis mengikuti terus langkah RD sampai masuk ruang kerjanya. Tapi, RD enggan menjawab.

Saat disanggong kali kedua dengan pertanyaan sama RD hanya menjawab sekenanya. “Saya tidak ingat, ” Saya tidak ingat, ” jawab RD asal nyeplos.

Soal cap “pengkhianat”  yang dilebelkan ke Ibu karena melaporkan Dis yang tidak tidak ke pemegang saham. Apakah cap pengkhianat jadi beban?

“Iya sih itu (cap pengkhianat) menjadi beban bagi saya), ” aku RD (baca Wawancara RD di buku 3).

Sejak itu 2018, baik, RD maupun Leak mencoba ketemu Dis. Tapi, Dis kata Tomy emoh menemui mereka berdua.

Dis begitu sakit hati terhadap mereka berdua. Baik Leak maupun Wenny yang diorbitkan, dienakkan eh.. nggak tahunya malah membokongi Dis. Menyeberang ke kubu GM dkk yang tangannya tidak belepotan  dalam membesarkan JP.

Itu membuat loyalis Dis berang kepada RD maupun  Leak.

Japri mereka berdua pun kata Tomy baru dibalas tahun 2020.

Kata senior JP,   RD nekat mendatangi rumah Dis di perumahan Sakura Regency, Ketintang.

RD merengek rengek minta Dahlan mau menemui karena ada masalah penting. Semula Dis keukuh. Tak mau menerima RD karena sudah dicap berkhianat.

Entah mengapa kemudian Dis berubah pikiran. “Saya kalau tidak ingat kamu….. Saya tidak mau menerima kamu, ” ujar Dis seperti ditirukan senior JP yang dapat cerita dari orang dekat Dis. “Tapi lanjutan kata kamu… Itu yang saya lupa,” tambah senior tadi.

Cik Wenny konon ketakutan setelah Dis berniat mempermasalahkan deviden yang disandera dikaitkan klaim JP atas utang Dis untuk pembangunan PLTU Tenggarong.(BERSAMBUNG)

Pewarta, Editor : Slamet Oerip Prihadi

Para mantan wartawan Jawa Pos dirikan yayasan dobrak saham karyawan Rp 2 T “ditilep” bigboss puluhan tahun

Mengutip LENSAINDONESIA.COM: Perpecahan kongsi bisnis media Dahlan Iskan dan Gunawan Mohamad (GM) Cs hingga berakibat holding Grup Jawa Pos tahun-tahun belakangan meredup, ternyata masih berbuntut kasus panjang.

Para eks wartawan senior Jawa Pos (JP) berstatus ‘pensiun’, kini mendirikan lembaga pendobrak untuk menuntut hak-hak saham karyawan yang puluhan tahun dikaburkan manajemen. Nilai saham yang menggurita dan diduga ‘ditilep’ ketamakan dengan berbagai rekayasa, diperkirakan mencapai Rp 2 Triliun.

Eks wartawan JP yang mewakili para pensiunan karyawan, membentuk Tim Pejuang Hak Karyawan (TPHK) Jawa Pos. Beranggotakan sembilan orang. Ketua tim diamanahkan kepada Ali Murtadlo (mantan Redpel JP, eks Dirut JTV).

Anggota TPHK terdiri Dhimam Abror (mantan Pempred JP, mantan Direktur Eksekutif Radar Timur), Surya Aka (mantan Redaktur JP, Pimpinan Perusahaan Karya Dharma), Slamet Oerip (mantan Redaktur JP), Imam Syafi’i (mantan redaktur JP, Pemred JTV), Eka Dinarwanto (mantan pemasaran JP), Skamet Eko Budiono (mantan karyawan pracetak JP).

Lembaga pendobrak ini didaftarkan ke notaris hingga disahkan Kemenkumham. Laman resmi CoWas JP — wadah mantan karyawan Jawa Pos Group– menyebutkan bentuk lembaga berupa yayasan dengan nama Yayasan Pena Jepe Sejahtera.

“Sekarang, Yayasan Pena Jepe Sejahtera telah terbentuk. Sudah disahkan oleh Kemenkumham,” kata Dhimam Abror, dikutip LensaIndonesia.com, Sabtu (4/09/2022).

Abror, yang mantan Pemred JP ke-4 pasca Dahlan Iskan, Margiono, dan Sholihin Hidayat ini, bahkan mengumumkan secara terbuka saat CoWasJP menggelar reuni akbar ke XI, di Hotel Ciptaningati Batu, Minggu (21/08/2022).

Tentu, sangat mengejutkan peserta reuni. Ada 150-an mantan karyawan yang kumpul di reuni itu. Ini terbanyak di antara event reuni-reuni CowasJP sebelumnya. Tidak semua mantan karyawan pro perjuangan hak itu. Terutama, loyalis Dahlan Iskan. Karena yang disasar, termasuk Dahlan Iskan.

Abror yang pernah kecewa dengan manajemen Jawa Pos –hengkang jadi Pemred media-media di luar Jawa Pos Group– sepertinya tak mau pusing terhadap yang kontra. Pasalnya, yayasan pendobrak ini lebih peduli nasib sesama mantan karyawan yang hak-haknya selama mengabdi di JP, ‘dijarah’ ketamakan manajemen.

“Berjuang dengan mengedepankan spirit perseduluran (persaudaraan) untuk meminta kembali saham karyawan tersebut,” tegas Abror, yang mantan Ketua CoWasJP periode 2016-2019.

“Karena itu milik kita (para karyawan),” imbuhnya.

Pembentukan lembaga yayasan ini merujuk keputusan RUPS Jawa Pos 2001, yang hingga terjadi pecah kongsi Dahlan dan GM dkk pada 2018, tidak pernah diwujudkan manajemen. Isi keputusan RUPS, sebagai berikut;

1. Saham karyawan 20 persen diberikan kepada Dahlan Iskan (CEO Jawa Pos Holding) untuk dikelola dengan baik.

2. Dahlan Iskan ditugasi untuk segera membentuk Yayasan Karyawan Jawa Pos.

Dahlan Iskan sebagai pengelola imperium Jawa Pos sejak 1982 –dari koran oplah satu becak– hingga berkembang jadi holding dengan ratusan media dan puluhan TV serta bisnis-bisnis di luar media, sepertinya ingkar keputusan RUPS itu.

Hingga RUPS Jawa Pos Holding tahun 2018 memutuskan memangkirkan Dahlan Iskan, yayasan karyawan belum juga terbentuk. Bahkan, sampai tahun 2022 ini memasuki era awak Jawa Pos generasi usia anak para mantan wartawan JP, yayasan karyawan juga termasuk hak-hak seperti pembagian deviden tetap ‘pepesan kosong’.

Itulah sebabnya para mantan karyawan membentuk Tim Pejuang Hak Karyawan (TPHK). Kesadaran kolektif ini diakui para mantan wartawan JP, efek buku tiga jilid yang ditulis mantan wartawan senior JP, Bahari.

Buku itu berjudul “KONFLIK JAWA POS, Pasca Pecah Kongsi Dahlan Iskan vs Goenawan Mohamad”. Isinya, membongkar saham karyawan di JP Holding sebesar 20 persen dijadikan “bancakan” para bigboss atau pemegang saham.

“Saya sampai utang sana utang sini untuk biaya hunting para narasumber. Waktu wawancara GM (Gunawan Mohammad) di Jakarta, saya kecewa. Sikap GM saat ditemui tidak mencerminkan tokoh pers, kurang menghargai perkerjaan jurnalis,” kata Bahari kepada LensaIndonesia.com di Surabaya.

Dia mengaku berbulan-bulan pengumpulan data dengan menemui banyak narasumber yang tinggal di luar Surabaya. Ini pun juga pakai dana pribadi. Bahkan, bukunya 3 jilid tebal total 1.436 halaman, biaya cetaknya juga tidak ada yang bantu.

“Alhamdulillah, saya bisa menuntaskan. Semua ini karena panggilan nurani,” kata Bahari yang sebelumnya menulis buku berjudul “Azrul Ananda Dipuja dan Dicibir, Kontroversi Penguasa Baru Jawa Pos, Ahli Waris Dahlan Iskan“.

CoWasJP membeberkan alasan TPHK bersemangat membentuk yayasan ini. Ali Murtadlo mengaku, kalau para pensiunan yang paham sejarah Jawa Pos tidak memperjuangkannya sekarang, maka saham senilai sekitar Rp 2 triliun itu akan lenyap ditelan bumi.

“Sampai semua karyawan Jawa Pos (termasuk yang sekarang masih aktif) meninggal dunia pun, hak saham dan deviden para karyawan akan lenyap. Sebab, para karyawan JP masa kini tidak tahu di mana pintu masuknya?,” kata Ketua TPHK di depan peserta reuni CoWasJP.

Hingga saat ini, karyawan Jawa Pos yang meninggal dunia terdata mencapai lebih dari 150 karyawan.

“Mumpung angkatan kantor (JP) Kembang Jepun dan Karah Agung masih ada yang masih hidup, perjuangan meminta kembali hak karyawan harus dilaksanakan sekarang. Nilai deviden yang ditahan puluhan tahun mencapai ratusan miliar rupiah,” ungkap Ali Murtadlo. @licom_09

 

  • BACA JUGA: majalah MATRA edisi Oktober 2022, klik ini

Tinggalkan Balasan